REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra), Fahri Hamzah menyampaikan rasa duka cita yang mendalam atas wafatnya lima Bhayangkara negara dalam peristiwa kerusuhan antara napi teroris dengan aparat kepolisian di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Selasa malam (8/5) hingga Rabu (9/5).
"Saya ikut berduka atas wafatnya bhayangkara negara dalam peristiwa di Mako Brimob, dan semoga Allah SWT menerimanya di tempat terbaik," ucap Fahri lewat postingannya diakun Twitter-nya @Fahrihamzah, Jumat (11/5).
Di mata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, kelima korban jiwa yang gugur saat menangani kerusuhan di Mako Brimob, adalah perwira-perwira terbaik bangsa.
"Bhayangkara negara tidak boleh sia-sia. Cukup sudah, lakukan sesuatu yang beda untuk melindungi nyawa anak bangsa. Apalagi yang sedang bertugas. Lakukan dengan niat yang mulia, bahwa satu nyawa adalah pertanda kita telah kehilangan semuanya," ucap Fahri.
Diakui kalau Indonesia kadang dilematis, seolah isu teroris ini takkan habis. Padahal Indonesia adalah negara demokrasi terbesar di antara negara Muslim. "Makanya, kita harus bisa mengurai persoalannya hingga terungkap akarnya sampai habis. Polri perlu kepemimpinan dari presiden," tegasnya seraya menambahkan penegakan hukum itu tidak hanya harus adil, tapi harus nampak adil.
Soal adanya ketidakadilan ini, Fahri menilai di Mako Brimob ada masalah sebelumnya. Di antaranya adalah perlakuan istimewa kepada Ahok (eks gubernur DKI). Ternyata, kata Polri, justru penyebabnya lebih sepele, yaitu soal makanan.
"Awalnya kita mendengar ini soal ketidakpuasan perlakuan kepada napi khususnya napi teroris, belakangan isunya menjadi pemberontakan dari dalam. Apa pun, korban nyawa ini besar. Ini tidak bisa simpang siur dan harus ada kejelasan. Mustahil tak ada kesalahan," ujarnya.
Namun, anggota DPR dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat (NTB) itu mengatakan, secara umum dan sudah sering dirinya mengulangi, bangsa ini memerlukan evaluasi menyeluruh proses penyelenggaraan hukum, terutama rutan dan pemasyarakatan. "Terlalu banyak masalah, dan terlalu diabaikan. Setelah kejadian kita baru sadar dan menyesal," ujar Fahri.