REPUBLIKA.CO.ID, HELSINSKI - Satu penelitian baru di Finlandia menunjukkan kekurangan tidur mungkin disebabkan faktor turun-temurun. Tak hanya itu penderita insomnia lebih mungkin untuk meninggal lebih cepat dibandingkan orang dengan pola tidur yang sehat.
Penelitian tersebut adalah yang pertama yang mengaitkan insomnia dengan risiko kematian, demikian laporan media Finlandia, Senin (4/7).
Penelitian tersebut dilakukan oleh Institute of Occupational Health melalui kerja sama dengan University of Helsinski dan Finnish National Institute for Health and Welfare.
Dalam studi, yang dilakukan oleh Institute of Occupational Health melalui kerja sama dengan University of Helsinski dan Finnish National Institute for Health and Welfare, terhadap orang kembar yang berskala luas, para peneliti Finlandia mengikuti status kesehatan 12.500 pasangan kembar dewasa selama 1990 sampai 2009, demikian laporan Xinhua, Selasa (5/7).
Sebanyak 20 persen peserta menderita gejala kurang tidur, termasuk kesulitan untuk mulai tidur, terbangun pada larut malam dan tidur yang tidak mengembalikan stamina tubuh.
Studi itu mendapati orang kembar identik, bila dibanding kembar tak identik, lebih mungkin untuk menderita gejala insomnia yang sama.
Temuan tersebut menunjukkan faktor genetika memainkan peran dalam pembentukan insomnia.
Selain itu, para peserta tersebut dibagi jadi tiga kelompok, menurut kualitas tidur mereka.
Di antara semua peserta, 48 persen adalah orang yang tidur dengan baik, 40 persen tidur rata-rata dan 12 persen orang yang tidur dengan buruk. Hasil penelitian itu memperlihatkan gejala yang berkaitan dengan insomnia mungkin meningkatkan risiko kematian.
Sementara itu dibandingkan dengan orang yang tidur dengan baik, tujuh persen perempuan dan 22 persen lelaki yang tidur rata-rata lebih mungkin untuk meninggal lebih cepat; dan orang tidur dengan buruk 1,5 kali lebih mungkin untuk meninggal lebih cepat.
Menurut para peneliti, kekurangan tidur adalah masalah kesehatan umum di kalangan kelompok usia kerja. Kekurangan tidur kronis meningkatkan risiko banyak kecelakaan dan penyakit, sehingga memperlemah kualitas hidup orang dan kemampuan untuk bekerja secara layak.
Para ahli tersebut menyatakan penderita insomnia mesti berusaha memperoleh perawatan medis tepat pada waktunya, dan pasien insomnia kronis mesti dirawat dengan cara lebih baik dengan terapi tanpa obat.