REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apa yang Anda ketahui tentang sindrom tourette? Meski sindrom ini hanya menyerang satu dari ratusan orang, namun ini tetap saja kondisi kompleks yang memengaruhi kondisi fisik dan sosial penderitanya.
"Bayangkan saat Anda sedang duduk di kereta api, tiba-tiba ada orang yang melawan Anda dan melontarkan kata-kata kotor pada Anda. Anda tentu tak bisa menerimanya. Orang-orang seperti ini menarik perhatian sekitar," kata peneliti The National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS), Dr Mark Hallet, dilansir dari Medical News Today.
Penyakit yang ditemukan ahli saraf Prancis, Georges Gilles de la Tourette pada 1885 ini diidentifikasi sebagai gangguan neurologis. Gangguan ini ditandai dengan gerakan dan kata-kata spontan tanpa disadari, seperti menyentakkan lengan, menggeleng-gelengkan kepala, berteriak, atau mengumpat dengan kata-kata kotor. Sekitar 200 ribu penduduk Amerika Serikat mengidap sindrom ini.
Gejala sindrom ini biasanya terjadi mulai dari anak-anak hingga beranjak remaja. Sindrom ini paling sering timbul di masa kecil, antara usia 5-10 tahun. Sekitar 1 dari 360 anak usia 6-17 tahun di AS didiagnosis sindrom ini. Kondisinya bisa tiga hingga lima kali lebih umum terjadi pada anak laki-laki ketimbang anak perempuan.
Sampai saat ini belum diketahui jelas penyebab sindrom tourette. Sejumlah peneliti mengatakan penyebabnya bisa saja faktor genetik akibat mutasi gen tertentu.
Meski demikian, orang-orang dengan sindrom tourette bisa menyembuhkan sendiri penyakitnya dengan mengontrol perilaku mereka. Ini tentu saja membutuhkan usaha keras. Mereka bisa juga mengonsumsi obat-obat neuroleptik, seperti haloperidol dan pimozide.
Terapi perilaku untuk sindrom ini memerlukan intervensi perilaku kognitif. Terapi ini jauh lebih efektif dibandingkan mengonsumsi obat-obatan.
(baca: Di Sini Tempat Tinggal Terbaik untuk Kesehatan Mental)