REPUBLIKA.CO.ID, Sebagian masyarakat meyakini bahwa madu adalah pengganti gula yang lebih sehat dan alami. Faktanya, komposisi nutrisi madu didominasi oleh gula yang cukup tinggi sehingga tidak semua usia cocok untuk mengonsumsi gula.
"Yang boleh (konsumsi madu) hanya anak dan remaja," ungkap spesialis gizi klinik dari MRCCC Siloam Hospitals Semanggi Dr dr Samuel Oetoro MS SpGK dalam peringatan Hari Diabetes Sedunia bersama Bistro Baron dan Rumah Imam Bondjol, di Jakarta.
Seperti diketahui, 38,2 persen komposisi madu terdiri dari fruktosa yang merupakan karbohidrat sederhana. Sekitar 31,3 persen koposisi madu adalah glukosa yang juga merupakan karbohidrat sederhana.
"Belum sukrosa, belum maltosa. Sa-sa-sa semua. Manis," sambung Samuel.
Zat gizi lain pada madu bisa dikatakan tidak begitu menonjol jika dibandingkan dengan kandungan gulanya. Sebagai contoh, madu juga mengandung asam amino akan tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit. Sehingga, madu tak bisa dikatakan sebagai makanan sumber protein.
Samuel mengatakan anak-anak masih diperkenankan mengonsumsi gula karena pola hidup mereka cenderung aktif. Asupan gula dari madu bisa segera terpakai sebagai sumber energi.
Di sisi lain, Samuel mengatakan kelompok usia di atas 20 tahunan sebaiknya membatasi konsumsi madu. Sedangkan untuk kelompok usia 30 tahun ke atas, madu sebaiknya sudah tidak dikonsumsi.
"Di atas 30, sudah, jangan," tegas Samuel.
Samuel juga mengatakan madu tak boleh dikonsumsi oleh penderita diabetes mellitus. Meski terkesan 'alami', madu pada dasarnya memiliki kandungan gula yang tinggi. Padahal, penderita diabetes mellitus harus menghindari konsumsi pemanis seperti gula pasir, gula merah, gula batu, gula aren hingga madu.
"Orang suka bilang aren boleh karena alami. Enggak, enggak bisa," ujar Samuel.