Jumat 30 Mar 2018 23:23 WIB

Konsumsi Makanan Cepat Saji Berbahaya, Apa Sebabnya?

Para peneliti melihat data yang dikumpulkan antara tahun 2005 dan 2014.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Agung Sasongko
Junk Food
Junk Food

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Makan di luar, di restoran biasa ataupun makanan cepat saji memang lebih praktis. Namun, sebuah penelitian mengatakan hal tersebut menimbulkan resiko adanya zat kimia berbahaya bernama ftalat.

Ftalat adalah zat kimia yang digunakan untuk membuat plastik lebih fleksibel dan tahan lama. Zat kimia ini biasanya digunakan pada kemasan makanan dan bisa juga ditemukan dalam produk lain seperti sabun atau produk lantai. Zat kimia ini juga dilarang penggunaannya pada mainan anak-anak di Amerika Serikat.

Para peneliti melihat data yang dikumpulkan antara tahun 2005 dan 2014 dsri National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) Amerika. Melalui pengumpulan data tersebut, peneliti menemukan, subjek penelitian yang belum lama mengkonsumsi makanan dari restoran makanan cepat saji memiliki level ftalat 35 persen lebih tinggi dari mereka yang makan di rumah.

Peneliti mengobservasi sebanyak 10.235 peserta. Sebanyak 61 persen dari angka tersebut mengungkapkan telah makan di restoran dalam 24 jam terakhir. Mayoritas responden menunjukan level ftalat yang meningkat ketika dilakukan tes urin.

"Perempuan yang sedang hamil, anak-anak dan remaja lebih rentan terkena efek racun dari bahan kimia yang mengganggu hormon. Jadi, penting menemukan cara untuk menurunkan tingkat paparan mereka," kata ilmuan dari Universitas California, dilansir di The Guardian.

Hasil penelitian itu memang menunjukan paparan ftalat pada tubuh berhubungan dengan usia danjenis kelamin. Anak muda yang secara rutin makan di restoran cepat saji memiliki level ftalat dalam tubuh 55 persen lebih tinggi daripada mereka yang makan di rumah. Ketika tubuh terpapar ftalat, bisa mengganggu kerja hormon dan menyebabkan sejumlah masalah kesehatan. Ftalat seringkali dihubungkan dengan asma, diabetes, kanker payudara, dan masalah kesuburan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement