Senin 09 Jul 2018 13:26 WIB

Gunakan SKM Sebatas Campuran, Bukan Bahan Utama

Penambahan gula dalam susu anak sebaiknya dibatasi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Indira Rezkisari
Warga memilih produk susu kental manis di Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (7/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga memilih produk susu kental manis di Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (7/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu susu kental manis (SKM) tengah hangat diperbincangkan di masyarakat. Tak sedikit masyarakat yang selama ini sudah telanjur memberikan susu kental manis sebagai asupan yang dianggap bernutrisi bagi buah hatinya.

Konsultan Gizi LKC Banten, Windy Meytawinduka Alexandriana, mengatakan nutrisi terbaik bagi bayi di bawah enam bulan adalah ASI dan ditambah  Makanan Pendamping ASI (MPASI) pada bayi ketika sudah memasuki usia enam bulan. Seperti namanya, MPASI diberikan sembari bayi tetap mengonsumsi ASI.

"Ketika ingin memberikan susu, berikan susu cair atau susu segar pasteurisasi untuk dikonsumsi," ucap Windy dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin (9/7).

Tips berikutnya adalah tidak menjadikan susu sebagai kewajiban pada menu sehari-hari. Untuk anak-anak di atas tiga tahun, porsi susu yang diberikan sebaiknya tidak lebih dari tiga gelas.

Apabila ingin menghangatkan susu, gunakan air hangat. Ketika menggunakan susu bubuk, gunakan juga air hangat untuk menyeduhnya. "Seimbangi pola minum susu dengan mengonsumsi buah dan sayuran," tutur Windy.

Penambahan gula pada susu juga sebaiknya dihindari karena kandungan sukrosa pada gula dapat mengakibatkan gangguan kesehatan secara jangka pendek maupun panjang, terutama bagi anak berusia di bawah enam bulan. Misalnya, karies gigi hingga obesitas di kemudian hari.

Ketika ingin menggunakan kental manis, Winda menganjurkan untuk memanfaatkannya sebagai campuran atau tambahan saja, bukan bahan utama. "Terakhir, pastikan untuk selalu membaca informasi pada kemasan produk," ujarnya.

Bukan Isu Baru

Head of Corporate Communications LKC DD Dhihram Tenrisau mengatakan, isu kental manis di dunia kesehatan bukanlah hal baru. Seorang guru besar peternakan dari Universitas Purdue, O.F. Hunziker sempat menulis di bukunya Condensed Milk and Milk Powder pada 1920. Ia memaparkan, kadar gizi dari kental manis ini terganggu karena tingginya kadar karbohidrat dibandingkan protein.

Hunziker juga menuliskan, tingginya kadar gula (dalam hal ini sukrosa) dalam susu kondensasi ini membuat produk tidak seimbang secara gizi, juga karena kurangnya kadar susu. Penggunaan pada anak dan bayi dalam waktu lama akan menyebabkan kekurangan gizi dan obesitas.

"Jadi, jauh sebelum BPOM mengeluhkan soal iklan SKM ini, Hunziker sudah mengeluhkan soal bagaimana di masa itu, produk ini sering diiklankan cocok untuk bayi dan anak-anak," ucap Dhihram.

Pada 2000, Filipina membuat panduan nutrisi lewat Departemen Sains dan Teknologi. Dalam panduan tersebut, ditetapkan bahwa kental manis memiliki kadar gula yang tinggi (40 persen) dan tidak direkomendasikan untuk bayi dan anak-anak.

Panduan tersebut juga menetapkan, kental mabis bukanlah bagian produk susu, karena rendahnya kadar nutrisi tersebut. Panduan dari Filipina ini bahkan dipakai oleh negara tetangga, Malaysia dalam menyusun panduan dietary atau pola konsumsi makanan.

Pada 2005, WHO juga mengeluarkan anjuran yang sama. "FAO di tahun 2013, turut menyarankan bahwa SKM sebaiknya tidak diminum, tapi digunakan utamanya untuk topping atau campuran dengan bahan makanan lainnya," ucap Dhihram.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement