REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memiliki akun media sosial di dunia maya merupakan hal yang wajar. Jika dilihat lebih jauh, penggunaan media sosial tanpa disadari seperti dua sisi mata uang, yakni adanya efek negatif dan positif.
Penggunaan media sosial berlebih dapat berakibat fear of missing out atau FOMO. Orang yang terkena sindrom FOMO akan merasa takut jika dirinya tertinggal atau tidak mengetahui kabar terbaru. Contohnya, mereka akan ketakutan ketika tidak mengetahui tagar terbaru atau tidak mengunggah sesuatu yang sedang hits.
Dari segi konten media sosial, kata Felicia, efek negatifnya adalah banyak orang membandingkan kehidupan dirinya dengan pengguna media sosial lainnya. Mulai dari tampilan wajah, baju, pemilihan tempat liburan, dan lain-lain.
“Ada juga yang sampai nggak berani mengunggah apa pun karena like dan komennya dikit. Saking cemasnya. Ini membahayakan dan agak menyedihkan,” katanya.
Komentar-komentar seseorang di media sosial juga berdampak langsung pada penggunanya. Mereka dapat merasa sedih atau marah ketika ada user akun lain memberikan komentar buruk secara agresif.
Psikolog Klinis Felicia Ilona Nainggolan mengatakan ada efek positif dari segi intensitas penggunaan media sosial. Pertama, media sosial memudahkan seseorang berkomunikasi tanpa harus bertatapan langsung.
“Mungkin tidak semua orang nyaman berbicara atau bercerita dengan bertatapan langsung. Di media sosial bisa anonimous (tanpa nama) juga. Jadi menurutku aku (media sosial) sangat membantu,” ujar Felicia dalam acara bincang "Social Media: Space for Mental Health Crisis intervention", Sabtu (28/10).
Kedua, mereka bisa mendukung satu sama lain dalam bentuk memberikan apresiasi komentar positif. Dalam media sosial, para pengguna dapat saling memberikan informasi positif.
Selain itu, Felicia mengungkapkan penggunaan media sosial juga dapat memberikan efek negatif. Ketika menggunakannya secara berlebihan, pengguna tersebut akan merasa kecanduan.
Psikolog Klinis Felicia Ilona Nainggolan.
Felicia kemudian menyarankan agar media sosial digunakan secara bijak. Pertama, dapat dimulai dari menggunakan media sosial sesuai dengan fungsinya. Contohnya, menggunakan Twitter untuk membagikan ide atau info-info terkini.
Kedua, pengguna harus bijak dalam mengekspresikan diri di media sosial. Terkadang, pengguna menjadi agresif dan tidak berempati pada orang lain dalam mengekspresikan diri di media sosial.
“Perlu hati-hati saat menuliskan atau menyampaikan sesuatu, kira-kira dampaknya ke orang lain seperti apa,” ujarnya.
Ketiga, dilihat dari intensitas penggunaan, jangan sampai media sosial mengganggu aktivitas sehari-hari. “Jangan sampai menggunakan media sosial jadi kurang tidur, nggak kerja, nggak kuliah,” kata Felicia.