REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengaturan pola makan atau diet gluten free (bebas gluten) merai kepopuleran yang cukup tinggi di tengah para pemerhati kesehatan. Diet bebas gluten dipandang sebagai diet menyehatkan karena gluten dianggap sebagai komponen makanan yang membahayakan kesehatan.
Faktanya, gluten merupakan protein yang ditemukan dalam padi-padian atau gandum, rye dan barley. Selai tidak semua orang akan mendapatkan manfaat kesehatan dari diet bebas gluten.
"Terlepas darj fakta bahwa selebriti da atlet mengatakan bahwa diet ini dapat menyembuhkan apapun," papar ahli gizi sekaligus pakar diet bebas gluten Shelley Case seperti dilansir CNN.
Diet bebas gluten hanya memberi manfaat bila dilakukan oleh orang yang tepat. Diet bebas gluten hanya bermanfaat bila diterapkan oleh penderita penyakit celiac maupun orang-orang yang tak menderita penyakit celiac namun memiliki sensitivitas terhadap gluten.
Alasannya, gluten yang dikonsumsi oleh kedua kelompok ini akan memicu respon imun yang merusak lapisan pada usus kecil. Kerusakan ini dapat berdampak pada kemampuan usus untuk menyerap zat gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin hingga mineral. Zat gizi yang tak terserap dengan baik dapat menyebabkan masalah defisiensi yang mungkin berujung pada masalah kesehatan seperti anemia, osteoporosis, penurunan berat badan dan masalah-masalah lain.
Pada penderita penyakit celiac, diet bebas gluten akan memberi kesempatan bagi usus untuk memulihkan diri. Diet ini juga memungkinkan zat gizi terserap secara optimal dan memperbaiki gejala-gejala yang sebelumnya timbul akibat mengonsumsi gluten, misalnya nyeri perut, kembung hingga diare.
"Terapi nutrisi medis dengan diet bebas gluten merupakan terapi yang hanya bekerja dengan baik pada penyakit celiac," tukas Case.
Hanya saja, penerapan diet bebas gluten yang benar masih jarang dipahami masyarakat awam. Popularitas diet bebas gluten yang diangkat oleh para figur publik membuat banyak masyarakat awam meyakini bahwa diet bebas gluten baik dan cocok untuk semua orang, termasuk orang-orang yang tak bermasalah dalam mencerna gluten.
Di sisi lain, para penderita penyakit celiac maupun non penderita penyakit celiac yang memiliki sensitivitas terhadap gluten justru banyak yang tak menjalani diet bebas gluten. Hal ini dikarenakan para penderita tersebut tidak menyadari kondisi mereka dan menganggap gejala-gejala yang mereka rasakan ketika mengonsumsi gluten sebagai gejala biasa.
"Diperkirakan hingga 85 persen individu yang mengalami penyakit celiac tidak tahu," jelas ahli gizi sekaligus juru bicara dari Academy of Nutrition and Dietetic Julie Stevanski.
Menjalani diet bebas gluten tanpa mengetahui kondisi tubuh juga menyimpan risiko tersendiri. Salah satunya, penerapan diet bebas gluten tanpa adanya penegakan diagnosis penyakit celiac dapat membuat keberadaan penyakit ini sulit terdeteksi. Padahal, pada penderita penyakit celiac atau orang yabg sensitif terhadap gluten, diet bebas gluten harus diterapkan secara ketat.
Penerapan diet bebas gluten oleh orang-orang sehat yang tak bermasalah dengan gluten juga berisiko menyebabkan defisiensi zat gizi. Alasannya, makanan-makanan pengganti dalam diet bebas gluten cenderung memiliki kandungan serat yang lebih rendah.
Tak hanya itu, produk bebas gluten juga memiliki jumlah kalori yang serupa dengan produk-produk bergluten. "Banyak produk roti bebas gluten yang dibuat dari tepung beras putih atau tepung-tepung lain dan mengandung lebib banyak lemak maupun gula untuk membuat adonan lebih menyatu," ungkap Case.