REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – World Health Organization (WHO) memprediksi angka gangguan pendengaran di dunia akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Jika tidak ada tindakan masif, penderita gangguan pendengaran bisa mencapai 630 juta jiwa pada tahun 2030, meningkat hampir 144 juta dari tahun 2018 yang mencapai 466 juta jiwa penderita.
Bagaimana kondisinya di Indonesia? Dr Hably Warganegara SpTHT-KL mengatakan, salah satu gangguan pendengaran yang potensial terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia bersumber dari keberadaan serumen atau kotoran telinga.
Menurut Halby, satu di antara 10 bayi di Indonesia dipastikan serumennya bermasalah. Sementara itu, satu di antara 20 orang dewasa juga mengalami masalah serumen.
"Kalau serumennya padat, kering, dan keras itu dipastikan tidak normal," jelas dokter spesialis telinga, hidung, tenggorok-bedah kepala dan leher dari RS Pondok Indah di Menteng Jakarta, Rabu (27/2).
Halby mengungkapkan, hidup di iklim tropis, masyarakat Indonesia lebih banyak terpapar debu. Alhasil, kotoran telinganya lebih banyak.
Kondisi tersebut juga diperparah dengan banyak orang yang memiliki sugesti untuk membersihkan kotoran telinga hampir setiap hari. Padahal, hal itu malah menimbulkan gangguan pendengaran.
Hably mengingatkan, kotoran telinga tidak boleh sembarangan dibersihkan dengan cotton bud atau ear candle. Penggunaan kapas korek kuping atau lilin telinga dikhawatirkan akan mendorong serumen semakin ke dalam, alih-alih mengeluarkannya.
Lantas, kapan sebaiknya menggunakan cotton bud? Menurut Halby, telinga dapat dibersihkan dengan korek kuping ketika terasa mengganggu atau gatal.
"Asal membersihkannya hanya di area sepertiga bagian luar liang telinga,” kata Hably.
Bahaya mengorek kuping dengan cotton bud.
Serumen diproduksi dari kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepasm dan partikel debu. Serumen dibagi atas dua tipem yaitu tipe basah dan tipe kering.
Serumen tipe kering bisa jadi lunak ataupun keras. Serumen tipe kering akan tampak berkeping-keping, berwarna kuning emas, dan berkeratin skuamosa.
Serumen tipe lunak lebih sering ditemukan pada anak-anak, sedangkan tipe keras lebih sering pada dewasa. Hably pun mengimbau agar setiap orang tua memiliki pengetahuan yang cukup terhadap jenis dan cara menangani serumen sehingga bisa melakukan deteksi dini.
"Orang tua harus cermat untuk segera memeriksa bayi ke dokter. Jangan tunggu bayi lebih berumur untuk melakukannya,” kata Hably.