REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Desakan terakhir yang diajukan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memaksa para dokter Prancis melanjutkan pemberian bantuan kehidupan bagi seorang pria yang hidup dalam keadaan vegetatif membuahkan hasil pada Selasa (21/5) waktu setempat. Kasus ini menarik perhatian di seluruh Eropa.
Dilansir Associated Press, pria bernama Vincent Lambert terluka parah dalam kecelakaan mobil pada 2008. Orang tua serta istrinya tidak setuju dengan usulan dokter untuk mengakhiri alat penopang hidup Lambert.
Setelah bertahun-tahun berjuang secara hukum, tim dokter memutuskan, pada tahun lalu untuk berhenti memberinya makanan dan cairan. Mereka sepakat untuk membiarkannya dibius sampai ajal menjemput. Dokter pun berhenti memberinya makan pada hari Senin (20/5).
Tetapi, orang tua Lambert mengajukan banding ke Komite Hak-hak Penyandang Cacat Amerika Serikat. Mereka beralasan anak laki-lakinya yang berusia 42 tahun itu harus diperlakukan sebagai penyandang cacat karena menderita kerusakan otak parah.
Untungnya, dalam beberapa jam setelah pemberian makan Lambert dihentikan, secara tiba-tiba pengadilan Paris memerintahkan pembekuan keputusan sebelumnya, sementara komite AS mempertimbangkan kasus itu. Proses itu bisa memakan waktu bertahun-tahun.
Menurut pengacara orang tua Lambert, dokter lalu melanjutkan pemberian makan kepada Lambert yang sudah lama tak sadarkan diri, pada Selasa (21/5). Orang tua ingin Lambert dipindahkan ke fasilitas untuk orang cacat di rumah sakit di Reims timur Paris.
Kasus Lambert telah memprovokasi nurani masyarakat tentang cara menangani pasien yang sakit parah. Itu adalah inti dari perdebatan yang mengarah ke hukum Prancis 2016 tentang pasien yang sakit parah.
Undang-undang memungkinkan dokter untuk menghentikan perawatan yang menopang kehidupan, termasuk hidrasi dan nutrisi buatan, dan membuatnya dalam keadaan terbius sampai maut menjemput. Namun, hal itu seperti melegalkan euthanasia.
Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa dan badan administratif utama Prancis telah menguatkan keputusan dokter sebelumnya untuk menghentikan dukungan hidup Lambert, dengan pengadilan menemukan langkah itu tidak melanggar hak-hak Lambert.
Dua pejabat tinggi Vatikan mengeluarkan pernyataan bersama untuk mengomentari kasus itu. Menurut mereka, penyediaan makanan dan air untuk orang sakit adalah tugas yang tak terhindarkan.
“Menunda perawatan seperti itu merupakan suatu bentuk pengabaian, berdasarkan penilaian yang kejam tentang kualitas hidup dan ekspresi budaya yang dibuang yang memilih orang-orang yang paling rapuh dan tak berdaya, tanpa mengakui nilai individu mereka yang sangat besar,” kata pejabat tinggi bioetika Vatikan, Uskup Agung Vincenzo Pagli, dan Kardinal Kevin Farrell, yang bertanggung jawab atas umat awam Katolik.