REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vape yang dianggap aman bagi kesehatan oleh masyarakat awam kembali menelan korban. Saat ini, setidaknya sudah ditemukan enam kasus kematian terkait vape di Amerika Serikat. Masyarakat pun diserukan untuk berpikir ulang sebelum menggunakan rokok elektronik atau pena vapenya.
Kasus terkini menyangkut kematian seorang warga Kansas, AS, pada Selasa (10/9). Pasien berusia lebih dari setengah abad tersebut diketahui sudah memiliki masalah kesehatan, namun kondisinya memburuk dengan cepat setelah menjadi pengguna vape. Belum terungkap jenis produk yang dipakai korban.
Sebelumnya, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengumumkan lima kasus kematian terkait vape ditemukan di Minnesota, Indiana, Oregon, Illinois, dan Los Angeles. Sebelum dinyatakan meninggal, para pasien memiliki masalah kesehatan yang berkaitan dengan penggunaan vape. Akan tetapi, detail kondisi para pasien tidak diungkapkan kepada publik karena masalah privasi.
Saat ini, CDC juga sedang menginvestigasi 450 kasus masalah kesehatan paru terkait penggunaan vape di 33 negara bagian Amerika Serikat. Dari ke-33 negara bagian tersebut, ada satu wilayah yang memiliki hingga 58 kasus masalah kesehatan paru terkait penggunaan vape.
"Kami sedang menginvestigasi penyakit paru yang parah yang mewabah di banyak negara bagian terkait penggunaan produk rokok elektronik, termasuk perangkat, cairan, pod isi ulang, dan/atau catridge-nya," kata CDC.
Sementara itu, Departemen Kesehatan Indiana saat ini sedang menginvestigasi 30 kasus cedera paru berat yang berkaitan dengan pengunaan vape. Delapan dari 13 kasus cedera paru berat tersebut sudah terbukti berkaitan dengan penggunaan vape. Kasus-kasus ini dialami oleh pengguna vape berusia 16-29 tahun.
Tak hanya di Indiana, kasus cedera paru berat yang terbukti berkaitan dengan penggunaan vape juga ditemukan di Minnesota. Setidaknya ada 17 pasien yang sudah terbukti mengalami masalah kesehatan paru terkait dengan penggunaan vape di Minnesota, dan masih ada 15 kasus berpotensi lain yang sedang dalam investigasi.
Dari semua pasien yang diwawancara, ada satu kesamaan yang ditemukan. Para pasien menggunakan vape yang mengandung Tetrahydrocannabinol (THC) ataupun vape yang mengandung nikotin.
Tak hanya itu, investigator CDC juga menemukan bahwa penggunaan vape yang mengandung Vitamin E asetat banyak ditemukan dalam kasus-kasus yang sedang diinvestigasi. Vitamin E asetat merupakan minyak bertekstur lengket yang kerap terdapat pada beberapa marijuana.
Carolina Utara juga melaporkan adanya lima pasien berusia 18-35 tahun yang mengalami napas pendek, mual, muntah, dan demam namun tidak mengalami infeksi. Seluruh pasien ini diketahui menggunakan vape yang mengandung THC.
"Sebagian besar juga menggunakan produk yang mengandung nikotin," ungkap ahli pulmonologi Dr Daniel Fox, seperti dilansir USA Today.
Chief Medical Officer Departemen Kesehatan Masyarakat Illinois Dr Jennifer Layden mengatakan bahwa sebagian besar pasiennya yang mengalami masalah kesehatan paru terkait vape merupakan laki-laki muda dan sehat. Sebagian besar pasien tersebut sempat dirawat di rumah sakit.
Perhimpunan Dokter Paru AS juga telah mengingatkan bahwa rokok elektronik tidak aman. The American Lung Association menyebutkan, tak seorang pun boleh menggunakan rokok elektronik atau produk tembakau lainnya.