REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Paparan radioaktif pada manusia bisa menjadi sangat berbahaya tergantung dengan jangka waktu terpapar radiasi. Menurut dokter radiologi MRCC Siloam Hospital, Ryan Yudistiro, ada efek akut (segera) dan ada juga efek stokastik (jangka panjang).
"Efeknya tergantung dari besarnya aktivitas paparan radiasi, berapa lama terpapar, dan seberapa dekat kita dengan sumber radiasi," ujar Ryan kepada Republika, Sabtu (15/2).
Efek akut dapat dialami dari ringan sampai berat. Mulai dari mual atau muntah, pusing, sakit kepala, sampai kulit merah, gatal, rasa terbakar, dan luka bakar.
Ryan memaparkan, efek stokastik atau jangka panjang sebenarnya lebih berbahaya karena tidak diketahui seberapa besar kerusakan yang diakibatkan terhadap sel. Kerusakan genetik akibat paparan radiasi dengan aktivitas yang sangat tinggi bisa menyebabkan kanker.
"Bahkan bisa menyebabkan kematian jika paparan radiasinya tinggi," katanya.
Apabila setelah melakukan pemeriksaan aktivitas radiasi terdeteksi adanya radioaktif, maka hal yag pertama kali dilakukan adalah memastikan tidak ada zat radioaktif yang menempel di tubuh (kontaminasi). Caranya adalah mandi dengan menggunakan cairan khusus untuk mencuci zat radioaktif.
"Sisanya tidak ada banyak yang bisa dilakukan. Paling yang bisa dilakukan adalah mempercepat pengeluaran zat radioaktif dari dalam tubuh, melalui BAB dan BAK. Banyak makan dan minum," jelas Ryan. Orang tersebut juga disarankan untuk sering mandi dan keramas karena radiasi juga dikeluarkan melalui keringat.
Diberitakan sebelumnya, area Perumahan Batan Indah di Tangerang Selatan terpapar zat radioaktif. Tingkat radiasinya dinyatakan di atas ambang batas oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) membersihkan daerah yang terpapar radiasi nuklir sejak 12 Februari 2020, yang diperkirakan akan berlangsung selama dua puluh hari. Tetapi diharapkan radiasi sudah dinyatakan bersih sebelum itu.