Rabu 27 Sep 2023 20:47 WIB

Kemenkes Gelar Simulasi Kegawatdaruratan Bencana Nuklir

Simulasi membekali petugas mengukur seberapa banyak paparan radiasi.

Red: Nora Azizah
Petugas memantau radiasi gamma di area Reaktor Nuklir Triga 2000 di Kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petugas memantau radiasi gamma di area Reaktor Nuklir Triga 2000 di Kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menggelar simulasi kegawatdaruratan bencana nuklir di Kawasan Sains dan Edukasi (KSE) Achmad Baiquni Yogyakarta dan RSUP dr Sardjito. "Simulasi kegawatdaruratan ini merupakan kerja sama antara Kemenkes dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam mengantisipasi bencana nuklir," kata Koordinator Instruktur Simulasi Kegawatdaruratan Bencana Nuklir RSUP dr Sardjito Andreas Dewanto melalui siaran pers Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI di Jakarta, Rabu (27/9/2023).

Dalam simulasi, Kemenkes melalui Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan melakukan simulasi evakuasi terhadap pegawai KSE atas nama Achmad Baiquni yang berperan sebagai korban radiasi nuklir. Andreas mengatakan, protokol evakuasi yang utama adalah alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan, alat monitoring radiasi, dan setting ruangan IGD yang dapat digunakan untuk proses dekontaminasi.

Baca Juga

Simulasi tersebut dibagi dalam tiga zona penanganan pasien dengan paparan nuklir di lokasi bencana maupun di IGD. Zona pertama adalah hot zone atau zona panas sebagai area yang paling tinggi perannya untuk penanganan perdana pasien terpapar radiasi di ruang IGD.

Selanjutnya ada warm zone atau zona hangat, yaitu area untuk memproses tindakan dekontaminasi untuk menekan level paparan radiasi terhadap pasien. Terakhir, adalah cold zone atau zona dingin adalah area di mana pasien sudah terdekontaminasi sehingga dinyatakan aman.

"Ketiga zona tersebut harus menjadi perhatian dan diterapkan tenaga kesehatan pada kondisi darurat nuklir saat melakukan asesmen klinis maupun monitoring radiasi baik dalam kondisi prehospital maupun saat pasien diterima di rumah sakit," katanya.

Setiap pertukaran zona, kata Andreas, tenaga kesehatan harus melakukan asesmen mandiri melalui personal dosimeter atau alat ukur serapan radiasi yang dibekali kepada setiap petugas. Setiap petugas kesehatan juga harus melakukan dekontaminasi mandiri sebelum berpindah ke zona dengan paparan radiasi yang lebih rendah.

“Jadi setiap petugas dibekali personal dosimeter, yaitu alat untuk mengukur seberapa banyak petugas itu sudah terpapar (radiasi), jadi kalau sudah banyak terpapar harus diganti dengan petugas lain," katanya.

Kegiatan simulasi juga mengulas rencana kontingensi yang memuat berbagai hal yang perlu dipersiapkan rumah sakit dalam menghadapi kegawatdaruratan bencana nuklir. Kesiapan yang dimaksud mulai dari mempersiapkan SDM kesehatan, menerima dan menganalisa informasi insiden bencana, melakukan aktivasi tim, mempersiapkan sumber daya logistik dengan cepat, dan alur prosedur untuk tatalaksana pasien dengan cedera.

Indonesia saat ini memiliki tiga reaktor nuklir, yaitu Reaktor TRIGA 2000 di Bandung, Reaktor G.A. Siwabessy di Serpong Tangerang, dan Reaktor Atom Kartini di Yogyakarta yang berada di kawasan KSE Achmad Baiquni.

“Untuk kapasitas yang paling besar di Serpong ada 30 megawatt, kemudian di bandung kapasitas maksimumnya 2 megawatt, sementara untuk di Yogyakarta 100 kilowatt," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement