Jumat 12 Jan 2024 07:28 WIB

MEBNI Bertemu Wapres, Dorong Indonesia Bangun Teknologi Nuklir

Dukungan politis pembangunan PLTN pertama di Indonesia sangat penting.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Erik Purnama Putra
Sejumlah periset dari Departemen Energi Amerika mengunjungi fasilitas riset reaktor nuklir Kartini BRIN yang berada di Kawasan Sains dan Edukasi (KSE) Achmad Baiquni Babarsari, Yogyakarta, pada Senin (4/12/2023).
Foto: Dok BRIN
Sejumlah periset dari Departemen Energi Amerika mengunjungi fasilitas riset reaktor nuklir Kartini BRIN yang berada di Kawasan Sains dan Edukasi (KSE) Achmad Baiquni Babarsari, Yogyakarta, pada Senin (4/12/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Masyarakat Energi Baru Nuklir Indonesia (MEBNI), Arnold Soetrisnanto menyampaikan, tingkat kematian karena kecelakaan radiasi nuklir merupakan yang paling rendah jika dibandingkan sumber energi lain, seperti angin, minyak bumi, gas, dan batu bara. Hal itu disampaikannya seusai bertemu Wakil Presiden Maruf Amin di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Kamis (11/1/2024).

"Karena dari studi tadi ya dari Fukushima malah tidak ada yang mati karena radiasi, di Chernobyl juga cuma segitu dan tingkat kematian karena radiasi nuklir kecelakaan radiasi nuklir itu paling rendah, di bawah angin di bawah batubara di bawah migas yang meninggal karena energi," kata Arnold, dikutip pada Jumat (12/1/2024).

Dia menjelaskan, radiasi yang disebut-sebut masih akan tertinggal hingga puluhan tahun ke depan dalam kecelakaan PLTN terbesar di Chernobyl, Rusia, pada 1986 silam pun dinilai tidak terbukti. Menurut Arnold, kecelakaan tersebut menyebabkan korban jiwa di bawah 60 orang.

"Tadi sudah dijelaskan keamanan PLTN di depan Pak Wapres bahwa PLTN itu sebenarnya paling aman dikaitkan dengan kematian karena kecelakaan," katanya.

Begitu juga dengan kecelakaan PLTN di Fukushima, Jepang, yang mendapat sorotan dunia. Dia mengatakan, bahkan tidak ada orang yang meninggal karena radiasi.

"Fukushima yang katanya ditakuti segala macam orang-orang sampai sekarang 12 tahun yang lalu ya Fukushima ya tidak ada orang yang meninggal, satupun meninggal karena radiasi tidak ada," ujar Arnold.

Ketakutan masyarakat terhadap dampak PLTN, sehingga dinilai menghambat pembangunan PLTN di Indonesia pun dinilainya menjadi masalah utama. "Jadi ya itu masalah fobia, ya itu tadi yang dikatakan kalau sudah digosok dengan LSM-LSM luar negeri itu masyarakat biasanya terpengaruh, akhirnya langsung antinuklir dan lain sebagainya. Nah ini yang real-nya kan nggak seperti itu terkait dengan keamanannya," jelas Arnold.

Karena itu, Arnold ingin pemahaman tersebut menjadi edukasi dan disosialisasikan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak takut terhadap pembangunan PLTN di Indonesia.

Arnold meyakini, dukungan politis dari pemerintah terkait kesiapan pembangunan PLTN pertama di Indonesia sangatlah penting. Ia menilai, selama ini pemerintah sejak Presiden Sukarno hingga Jokowi, tidak berani menyatakan kesiapan pembangunan PLTN.

"Kalau tidak diselesaikan, masyarakat tetap saja gampang digosok sama orang. Tapi kalau ada pemerintah kan kuat bahwa saya membangun PLTN seperti negara lain Bangladesh, Uni Emirat Arab, mereka kuat, walau ada antinuklir segala macam. Pemerintahannya firm saya akan bangun PLTN," ujarnya.

Direktur Operasi PT Thorcon Power Indonesia, Bob S Effendi menyatakan, kesiapan perusahaannya selaku investor untuk membangun PLTN di Indonesia. Dia mengatakan, semua teknologi pasti pernah mengalami kecelakaan, seperti halnya pesawat terbang.

"Karena setiap tahunnya 300 orang mati rata-rata (karena pesawat terbang). Dalam 50 tahun terakhir rata-rata 300 orang setiap tahun mati. (Sedangkan) PLTN setelah beroperasi 50 tahun sama totalnya itu tidak lebih dari 70-an orang," kata Bob.

Menurut Bob, berdasarkan data, kematian akibat kecelakaan nuklir merupakan yang terendah. Karena itu, PLTN merupakan yang paling aman. Selain itu, kata dia, kecelakaan yang terjadi baik di Chernobyl, Rusia dan Fukushima, Jepang tidak membuat pemerintahnya menghentikan PLTN.

Bahkan, sambung dia, Jepang saat ini memutuskan untuk membangkitkan kembali semua PLTN-nya. Bob menyebut, terdapat sekitar 40 negara yang dalam proses membangun dan mempersiapkan PLTN.

"Ya kan dalam prosesnya macam-macam, ada yang sedang mempertimbangkan, ada yang sedang merencanakan, sama ada yang sedang membangun. Turki membangun, Saudi Arabia merencanakan, terus Cina sudah punya, Bangladesh lagi membangun," kata Bob.

Pembangunan PLTN bertambah...

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement