Selasa 29 Jan 2019 15:27 WIB

Kue Keranjang Sukabumi Bertahan dengan Inovasi Rasa

Seiring waktu kuliner khas budaya Tionghoa itu mulai berkurang peminatnya.

Rep: Riga Iman/ Red: Indira Rezkisari
Produksi kue keranjang di Jalan Tipar Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi meningkat menjelang tahun baru Cina atau Imlek Selasa (29/1).
Foto: Republika/Riga Nurul Iman
Produksi kue keranjang di Jalan Tipar Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi meningkat menjelang tahun baru Cina atau Imlek Selasa (29/1).

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Produksi kue keranjang atau dodol Cina di Kota Sukabumi mempunyai sejarah panjang. Pembuatan kue keranjang tersebut ada yang sudah dilakukan sejak 1960 hingga sekarang dan ramai permintaan menjelang Imlek.

Salah satunya produksi kue keranjang di Jalan Tipar Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi. Kue keranjang tersebut misalnya dibuat oleh Afat.

Pembuatan kue keranjangnya hingga kini terus bertahan dan ramai permintaan menjelang tahun baru Cina atau Imlek. Namun seiring perjalanan waktu keberadaan kue keranjang ini mengalami penurunan.

Oleh karenanya Afat mencoba berinovasi dengan menghasilkan varian rasa yang baru. Awalnya dodol Cina hanya mempunyai satu rasa yakni original. Namun kini bertambah banyak menjadi pandan dan rasa jeruk.

''Selama ini kue keranjang atau dodol cina identik dengan warna cokelat tua dengan aroma gula merah yang begitu khas,'' ujar Afat kepada wartawan, Selasa (29/1). Kini kue keranjang hadir dalam varian rasa atau aroma yang berbeda yakni pandan dan jeruk.

Variasi rasa baru ini kata Afat, diproduksi untuk menarik minat pembeli terutama menjelang Imlek. Hasilnya banyak warga yang memesan dan membeli varian rasa baru tersebut.

Meskipun kata Afat, untuk saat ini peminat kue keranjang pandan memang belum sebanyak kue keranjang yang biasa dijual pada umumnya. Saat ini pembuatan kue keranjang hijau atau pandan tersebut baru diproduksi sebanyak 300 kilogram.

Jumlah tersebut ungkap Afat tidak sebesar pembuatan kue keranjang biasa yang mencapai 30 ton. Namun varian rasa baru ini memiliki potensi pasar yang cukup bagus.

Terlebih pada masa awal ini baru pengenalan kepada masyarakat. Harga yang ditawarkan masih cukup murah seharga Rp 20 ribu per kilogram.

Di sisi lain inovasi rasa ini juga untuk menghadapi penjualan kue keranjang yang mengalami penurunan hingga mencapai 25 persen. Salah satunya karena harga kue keranjang yang mengalami kenaikan harga dibandingkan sebelumnya. Selain itu kebiasaan mengirim dodol Cina kepada kerabat atau yang lainnya mulai berkurang.

Namun, kata Afat, para pengrajin tetap memproduksi kue keranjang yang hanya dibuat satu tahun sekali tersebut. Terlebih produksi kue tersebut merupakan usaha turun temurun.

Menurut Afat, setiap tahun jumlah pesanan dodol Cina yang dibuat di rumahnya ini mengalami peningkatan hingga 30 persen. Namun pada 2019, pesanan menurun. Di mana salah satu tandanya bahan untuk membuat dodol berkurang dari 37 ton menjadi 30 ton.

Afat menerangkan, kue musiman itu tidak hanya diproduksi menjelang Imlek. Usaha rumahan kue keranjang yang berdiri sejak tahun 1960 hingga kini terus berproduksi hingga tahun Anjing tanah ini.

Kue keranjang Afat dijual seharga Rp 38 ribu per kilogram. Dalam satu hari tempat usahanya bisa memproduksi hingga 1 ton.

Namun untuk harga eceran ungkap Afat, dijual Rp 19 ribu per biji. Kue keranjang ini dipasarkan ke beberapa kota besar, seperti Bandung, Bogor, Jakarta, dan Sukabumi.

Salah satu warga Kota Sukanumi Anisa Karisma (23 tahun) mengatakan, walaupun tidak merayakan Imlek, ia sengaja membeli beberapa buah kue keranjang untuk dikonsumsi keluarganya di rumah. ''Saya memang dari dulu suka karena rasanya kan mirip dodol,” ujar dia.

Menurut Anisa, bentuk kue keranjang yang bulat sepengetahuanya dimaksudkan sebagai simbol kemakmuran yang tidak akan terputus. Selain itu banyak kaum Tionghoa memesan kue keranjang untuk dibagikan kepada kerabat dan sahabat.

Sementara Anisa sengaja membeli untuk keluarga satu tahun sekali. ''Rasanya enak dan pasti beli setiap tahunnya,'' imbuh dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement