REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cerita kisah kehidupan putri merupakan kisah pengantar tidur menjadi tradisi yang bertahan begitu lama. Dongeng ini memberikan memberikan efek yang baik bagi imajinasi anak, namun orang tua pun perlu tahu dampak negatifnya.
Kisah-kisah seperti Cinderella, Beauty and the Beast sangat tertanam dalam budaya populer. Cerita yang menarik, namun, didominasi dengan karakter misoginis, merendahkan alur cerita, dan kurangnya keseragaman ras.
Artis seperti Keira Knightley dan Kristen Bell di antara orang mengkritik beberapa alur cerita utama. Mereka menggugat kisah perempuan yang lemah dan mudah diperlakukan apa saja.
Penulis buku Fairytales and Feminism Donald Haase, mendorong orang tua untuk membaca kisah-kisah ini secara skeptis. Cara ini dapat mendorong untuk mengkritisi dengan lebih baik, ketimbang mendukung begitu saja.
"Mereka dapat membaca atau menceritakan kisah klasik dengan cara yang dengan sengaja mempertanyakan atau menumbangkan stereotipe," kata profesor Wayne State University dikutip dari Independent, Senin (22/10).
Cerita-cerita klasik ini didominasi dengan stereotip yang bisa membuat anak merasa tertekan. Mengapa? Dalam cerita perempuan sellau digambarkan sebagai sosok yang selalu diselamatkan oleh laki-laki, contoh saja Snow White, Sleeping Beauty, dan Cinderella.
Secara alami, ini pun menyinggung laki-laki seperti halnya perempuan. Sebab, laki-laki harus menjadi yang terkuat dan tidak boleh terlihat lemah.
"Ini menempatkan sejumlah besar tekanan yang tidak perlu ke kedua jenis kelamin," ujar pengajar di University College London Dr Victoria Showunmi.
Padahal, baik perempuan dan laki-laki memiliki kondisi yang sama. Mereka harus bisa menyelesaikan masalah sendiri, dan terkadang berada dalam kondisi yang lemah.