REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar media Universitas Airlangga (Unair) Irfan Wahyudi menyebut, sosial media TikTok telah menjelma menjadi tren di tahun ini. Dimana masyarakat berlomba-lomba mengabadikan setiap momen dalam keseharian melalui video TikTok dengan durasi 15 detik dan efek musik beraneka ragam. Bahkan selebriti, dokter, psikolog, dan beberapa startup ternama yang bersaing menyajikan konten sekreatif mungkin lewat mendos tersebut.
Fenomena ini, kata Irfan, menandakan penggunan sosial media itu sangat dinamis. Dimana masyarakat mencari platform sosial media yang sesuai dengan karakteristiknya. Sementara TikTok, kata dia, memberikan para user kesempatan untuk membuat short clip (video pendek) dan dituntut untuk sekreatif mungkin.
"Fenomena TikTok bukanlah hal baru, karena beberapa sosial media lainnya seperti Instagram, Snapchat, dan Facebook juga menghadirkan fitur yang sama," kata Irfan melalui siaran persnya, Senin (24/2).
Tidak hanya di Indonesia, kata Irfan, TikTok pun menjadi aplikasi yang begitu digemari diberbagai belahan dunia. Dilansir dari The Guardian, hampir setengah dari generasi milenial dan generasi Z dengan usia 13-38 tahun di Amerika Serikat, berkeinginan menjadi influencer salah satunya di sosial media TikTok.
Pada awal peluncuran, kata dia, aplikasi TikTok ini sempat dituduh sebagai tindakan spionase Tiongkok di kalangan masyarakat Amerika Serikat. Artinya, dengan menggunakan aplikasi TikTok masyarakat membagikan data pribadi pada Pemerintah Tiongkok.
"Lain halnya ketika dulu pasang Instagram atau Facebook, masyarakat tidak membahas tentang hal itu. Faktanya itu hanya propaganda TikTok dan kini tetap jadi aplikasi yang digemari," ujar dosen Ilmu Komunikasi tersebut.
Irfan juga tidak memungkiri, banyak kalangan mulai melirik TikTok sebagai ladang bisnis baru, utamanya para influencer yang kini dikenal dengan sebutan seleb TikTok. Seperti pada platform sosial media lain, para selebriti berkolaborasi untuk mempromosikan berbagai brand dalam video TikTok-nya. Begitu pula startup yang berbebondong-bondong mencuri perhatian dengan memasarkan produknya lewat TikTok.
Irfan berpendapat, TikTok juga dapat digunakan untuk membentuk personal branding. Para influencer membangun persona agar mendapatkan followers TikTok sebanyak mungkin. Hal tersebut dimaksudkan untuk membuka peluang endorse yang lebih besar.
"Melihat fenomena TikTok ini, ke depan mungkin tidak akan bertahan lama jika hanya fitur itu saja yang ditawarkan. Namun melihat perkembangan pesat aplikasi TikTok dengan pertumbuhan jumlah penggunanya. Bukan tidak mungkin aplikasi ini akan tumbuh menjadi sangat besar seperti Instagram dan Facebook," kata Irfan.