REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Global Islamic Economy Summit memasuki hari kedua diselenggarakan di Dubai, Uni Emirat Arab. Dipimpin Wakil Presiden dan Perdana Menteri UEA Sheikh Mohammed bin Rashid al Maktoum acara ini dihadiri tiga ribu pemimpin membahas tren dan lini pasar muslim global.
Dilansir dari Saudi Gazette, Selasa (11/10) "Tujuan kami tidak hanya sekadar perbankan dan keuangan tetapi juga menangkap peluang sektor lain seperti pertanian, makanan, fashion, pariwisata, seni dan lainnya," kata Ketua Dubai Chamber of Commerce Majid al Ghurair. Ini yang membedakan ekonomi Islam dengan ekonomi lain di seluruh dunia.
Menurut dia, produk dan jasa saat ini masih belum memenuhi kebutuhan masyarakat muslim dan msaih terbatas baik dari segi kualitas dan kuantitas.
Salah satu tujuan utama Konferensi ini adalah mendorong produksi barang dan layanan berkualitas tinggi di berbagai sektor termasuk makanan halal, tujuan wisata ramah keluarga, gaya busana, dan jasa pelayanan startups Islam.
Global Islamic Economy Summit menyediakan platform yang terintegrasi untuk pasar wisata muslim, wirausaha dan UMKM, permintaan seni Islam, peran pemerintah negara muslim terkaya dan peran media sosial dalam gaya busana.
"Masyarakat muslim di dunia modern, terutama barat telah membentuk ekonomi Islam yang berbeda, mereka berpendidikan tinggi, mencari produk berkualitas baik secara nilai dan harga,'' ujar al Ghurair.
Produsen pun berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka untuk menggaet pelanggan di Eropa dan Amerika Utara. Banyak startup muncul yang dibuat oleh umat Islam di barat dan telah mendapatkan pengakuan internasional.
Ekonomi Islam bukan hanya menjadi perhatian bagi umat Islam. Banyak yayasan asing yang terbuka melakukan transaksi secara Islam dalam mengembangkan produk syariah.