Sabtu 26 Aug 2017 10:24 WIB

FMK Minta MUI Bantu Sertifikasi Halal di Korea

Rep: Harun Husein/Republika/ Red: Irwan Kelana
Sejumlah restoran halal dan sertifikasi halal di Korea Selatan.
Foto: Harun Husein/Republika
Sejumlah restoran halal dan sertifikasi halal di Korea Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden Federasi Muslim Korea (FMK), Choi Youngkil, berharap Majelis Ulama Indonesia (MUI) membantu FMK dalam sertifikasi halal. Sampai saat ini, FMK  baru mengeluarkan 13 sertikasi halal untuk restoran halal di Korea Selatan.

"Kami sangat ingin mendapatkan izin memberikan sertifikasi halal di Korea atas nama MUI," kata Choi Youngkil, saat bertemu dengan peserta Korea Muslim Educational Trip (Komet) yang digelar Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF), di Masjid Itaewon, Seoul, Korea Selatan, Jumat (25/8).

Guru besar Universitas Myongji, Korsel, itu, mengatakan FMK atau Korea Muslim Federation (KMF), sudah cukup lama mengajukan permintaan itu kepada MUI. "Tapi sampai sekarang belum direspons, padahal kami sangat ingin bekerja sama dengan MUI," katanya seperti dilaporkan wartawan Republika Harun Husein dari Seoul, Sabtu (26/8).

Choi Youngkil -- pria asli Korea yang memilih Hamid sebagai nama Islamnya -- mengatakan FMK sangat ketat dalam mengeluarkan sertifikasi halal. Itu sebabnya,  baru 13 sertifikat yang diterbitkan. Sertifikasi halal tersebut diproses oleh Komite Halal yang merupakan bagian dari FMK.

"Kami sangat selektif mengeluarkan sertifikasi halal. Syarat untuk mendapatkan sertifikat dari FMK tak hanya menggunakan bahan-bahan halal, tapi proses dan lingkungan sekitar restoran itu juga sesuai dengan kehalalan itu, serta kami periksa siapa pemiliknya" kata Choi Youngkil.

Ketua IITCF, Priyadi Abadi, mengatakan akan membantu menyampaikan keinginan FMK langsung kepada MUI. "Saya akan sampaikan permintaan FMK kepada Ketua Umum MUI, Pak Kiai Ma'ruf Amin. Kebetulan saya kenal baik dan sering satu meja dengan beliau. Sehingga, aspirasi FMK dan masyarakat Muslim yang menginginkan halal food di Korea Selatan bisa semakin terpenuhi," katanya.

Di Korea, persoalan halal food semakin membaik. Itu karena pemerintah Korea Selatan menggulirkan program wisata ramah Muslim (friendly Muslim tourism). Korea Tourism Organization (KTO) bahkan menerbitkan buku panduan halal food, sehingga pelancong dari berbagai negara mudah mencari lokasi restoran halal di Negeri Ginseng. Antara lain buku berjudul "Muslim-Friendly Restaurant in Korea", dengan tebal 138 halaman.

Selain itu KTO juga menerbitkan buklet berjudul "Muslim Prayer Room in Korea". Namun informasi yang terpampang di sana belum lengkap, karena hanya berisi informasi lokasi Masjid Itaewon dan beberapa lokasi mushala di tempat perbelanjaan seperti Myeong-dong. Menurut data FMK, ada tujuh masjid dan sekitar seratus mushala di seantero Korea.

Dalam pemantauan Republika di sejumlah restoran di Korea Selatan, selain FMK, ada sejumlah lembaga lain yang menerbitkannya. Antara lain Korea Islamic Culture Assocuation (KICA), International Muslim Council, Muslim Friendly Restaurant dari Korea Tourism Organization, dan lain-lain. Namun, soal bagaimana standar halalnya, Choi Youngkil mengaku belum banyak mendapat informasi. "Semoga MUI bersedia membantu kami dalam sertifikasi halal," pintanya.

Salah satu resto halal di Korea bernama Makan. Resto halal tersebut berada di kawasan Itaewon, Seoul. Pemiliknya beretnis asli Korea.

Ada pula Asian Restaurant Hibiscus. Ini adalah restoran halal yang menyajikan menu menu asli Korea, India, Timur Tengah dan Mediterania. Lokasinya di Hotel Vabien, di pusat Kota Seoul.

Ada pula resto halal di lokasi wisata Pulau Nami, Korsel, yang menjadi lokasi syuting berbagai drama Korea seperti Winter Sonata. Resto tersebut telah mendapatkan sertifikasi halal dari Federasi Muslim Korea.

Selain resto bersertifikasi halal, di Korea Selatan ada pula restoran-restoran yang masuk kategori "friendly Muslim" karena menyajikan makanan yang bahan bakunya halal. Restoran-restoran jenis ini ada yang memampang logo halal, ada pula yang tanpa logo halal. "Bahan baku yang dipakai restoran-restoran friendly Muslim ini biasanya diimpor dari negara-negara Muslim," kata tour guide lokal Korea, Tatyana Aditha Lee.

Komet digelar 21-26 Agustus 2017. Muslim educational trip itu diikuti sekitare 30 peserta. Mereka terdiri dari  pemilik travel, tour leader dan tour consultant.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement