REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin, Makassar, tidak semestinya memusnahkan karya-karya akademik seperti skripsi, tesis, dan disertasi. Ketua Komisi VIII DPR Saleh melihat ada beberapa hal aneh dan janggal dari pembakaran karya akademik tersebut.
Pertama, karya-karya ilmiah seperti itu adalah salah satu kekayaan intelektual yang dimiliki perguruan tinggi. "Karena itu, setiap orang sudah semestinya menghargai dan menghormati setiap karya akademik yang lahir dari perguruan-perguruan tinggi," ujarnya, Kamis (3/3).
Kedua, karya ilmiah dan akademik seperti itu dinilai telah diuji dan dianggap memenuhi standard kelulusan penulisnya. Karena itu, seluruh proses penelitian, ujian, dan pertanggungjawaban karya tersebut telah selesai. Kalau dimusnahkan, tentu proses kelahiran karya itu seakan tidak dihargai sebagaimana mestinya.
Ketiga, pengiriman satu berkas salinan karya tersebut ke perpustakaan adalah atas permintaan pihak perpustakaan dan kampus. Hampir semua perguruan tinggi mempersyaratkan tersebut sebagai kelengkapan kelulusan. Bahkan, sering sekali ijazah seseorang tidak dikeluarkan jika tidak mengirimkan salinan karya tulisnya. Tentu akan sangat aneh, jika persyaratan yang sedikit dipaksakan itu harus dibakar.
Politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini mempertanyakan mengapa sejak awal membuat peraturan, kampus mewajibkan mahasiswa untuk mengirimkan salinan karyanya ke perpustakaan.
"Kalau memang tidak dihargai dan dibakar, tentu tidak perlu dikirimkan hard copy-nya ke perpustakaan. Kalau memang mau disimpan dalam bentuk digital, tentu itu akan lebih mudah dan murah," kata dia.
Keempat, pencetakan dan pembuatan karya ilmiah tentu menghabiskan biaya. Kelima, kalau masalahnya adalah kekurangan ruang, tentu solusinya tidaklah hanya melulu membakar.
Bisa saja, kekurangan itu dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama RI. Dengan begitu, Dirjen Pendis dapat memikirkan agar ada penambahan ruangan di kampus tersebut.
Saleh pun mendesak Dirjen Pendis Kemenag untuk mengecek kebenaran berita tersebut. Selain itu, Dirjen Pendis juga dituntut mencari solusi agar pembakaran karya-karya akademik di kampus UIN Alauddin bisa dihentikan.