REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengantisipasi kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) untuk menaikkan suku bunga acuannya. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyebutkan, potensi kenaikan suku bunga the Fed menyentuh 85 persen hingga akhir tahun ini.
Bambang menilai, kenaikan suku bunga Bank Sentral AS masih bisa ditoleransi oleh volatilitas domestik di kisaran 15 hingga 25 basis poin. Artinya, kenaikan di atas angka tersebut akan memberikan dampak negatif pada pasar dalam negeri.
"Namun untuk Indonesia increase 25 basis poin itu terbaik. Karena di satu sisi itu memenuhi kemauan AS untuk meningkatkan suku bunga dan di Indonesia tidak ada volatilitas berlebih. Dan berkaitan dengan proteksionisme, dan rendahnya harga komoditas berhubungan dan musim dingin," ujar Bambang dalam diskusi di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (8/12).
Keyakinan Bambang bahwa the Federal Reserved akan menaikkan suku bunganya sebelum tahuu baru mengacu pada kondisi yang sama di akhir tahun lalu di mana kenaikan suku bunga juga terjadi menjelang akhir tahun. Terlebih, lanjutnya, Bank Sentral AS mempertimbangkan kenaikan suku bunga sebelum pelantikan Presiden AS terpilih yakni Donald Trump awal tahun depan.
"Dan ini mungkin sekali terjadi lagi, mereka berpikir untuk meningkatkan rate sebelum Presiden dilantik. Artinya Desember tepat. Angkanya sih, bisa di level 25 basis point, 15 basis poin atau lebih," ujar dia.