REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali disebut meminta agar bawahannya saat itu Direktur Pelayanan Haji Zainal Abidin Supi yang juga menjadi ketua Tim Penyewaan Perumahan 2010, meloloskan satu perumahan yang sudah ditolak panitia.
"Pak menteri tanya kenapa ditolak, ya saya jawab, rawan, jauh, tidak familiar. Pak menteri bilang penyedia rumah akan menyedikan transportasi shalawat, pos keamanan agar jemaah terayomi, ya saya jawab iya," kata Zainal saat bersaksi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (4/11).
"Syare Mansyur itu dibagi 2, Syare Mansyur 1 dan 2 sama-sama jalan menuju Jeddah, kami terima tawaran 4 rumah. Pertama kami terima dari seorang perantara namanya saya lupa. Setelah kita bicarakan, karena itu bukan peta wilayah yang kita tetapkan, jauh dan tidak familiar, dan sedikit rawan informasi dari kawan-kawan yang tinggal di sana, ya kita tolak," ungkap Zainal.
Namun setelah disetujui, nyatanya bis tersebut tidak diberikan. "Informasi yang saya dapat, dalam waktu 1 minggu disediakan bis solawat dan pos keamanan. kemudian saya dikabarkan bus shalawat dihentikan," ungkap Zainal.
Namun Suryadharma membantah keterangan Zainal tersebut. "Soal Syare' Mansyur, saya merasa tidak pernah nelepon Saudara. Itu masalah teknis dan saya beri 5 kriteria. Apa pun 5 kriteria harus terpenuhi," kata Suryadharma.
Politikus PPP itu keberatan dengan keterangan soal perumahan Syare' Mansyur yang memberatkan dirinya. "Saya heran kenapa Syare' Mansyur jadi fokus? sebab setahu saya persoalan ini selalu ada. Saya selalu memberikan kriteria, satu cocok rumah, cocok harga, cocok jarak, cocok aturan pemerintah Saudi Arabia, cocok sejarah karena dia ingkar janji tahun depan dia tidak kita pakai," tambah Suryadharma.
Namun Zainal menegaskan soal adanya telepon dari Suryadharma setelah perumahan Syare' Mansyur ditolak tim penyewaan perumahan yang dipimpinnya. "Saya paham itu perintah," jawab Zainal.
Dalam perkara ini Suryadharma didakwa memperkaya diri sendiri sejumlah Rp 1,821 miliar dan memperoleh hadiah 1 lembar potongan kain Kabah (kiswah) serta merugikan keuangan negara sejumlah Rp 27,283 miliar dan 17,967 juta riyal (sekitar Rp 53,9 miliar) atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut sebagaimana laporan perhitungan kerugian Negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.
Suryadharma diancam pidana dalam pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.