REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap akan meneruskan penanganan kasus tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Hal tersebut berdasarkan hasil kajian dan analisis terhadap putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Jadi, sudah ada forum membahas bersama terkait dengan hasil kajian awal tersebut. Setelah proses pembahasan itu diputuskan bahwa penanganan kasus Century harus diteruskan jadi diperkuat dan diperdalam tentu saja," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/5) malam.
Selanjutnya, kata dia, KPK akan melihat kembali bukti-bukti yang relevan juga peran dari pihak-pihak dalam kasus korupsi Bank Century itu.
"Nanti akan dilihat bukti-bukti yang relevan terkait dengan peran orang perorang. Peran orang perorang sebelumnya berdasarkan analisis data persidangan atau dokumen-dokumen yang dimiliki dari keputusan rapat Senin kemarin. Tentu saja akan mencari bukti bukti yang lebih, sifatnya lebih teknis untuk proses hukum lebih lanjut," tuturnya.
Selain itu, kata Febri, lembaganya juga akan mengklarifiasi lebih jauh soal proses penggabungan bank selain proses FPJP, bailout dan juga penyertaan modal sementara (PMS). Berdasarkan putusan praperadilan, KPK dinilai baru mendalami kerugian negara dari tiga proses itu.
"Kami juga dalami tarik lagi ke belakang pada proses merger," ujarnya.
Dalam perkara ini, mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa BI Budi Mulya telah dijatuhi putusan kasasi pada 8 April 2015 yaitu penjara selama 15 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan. Dalam putusan Budi Mulya disebutkan bahwa Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Dubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah, S Budi Rochadi, Harmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono dan Ardhayadi Mitroatmodjo masing-masing selaku Deputi Gubernur BI dan saksi Raden Pardede selaku sekretaris Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) masuk dalam unsur penyertaan bersama-sama melakukan tindak pidana berdasarkan pasal 55 KUHP.
Majelis hakim agung yang terdiri dari Artidjo Alkostar sebagai ketua dan anggota M. Askin dan MS. Lumme menilai pemberian persetujuan penetapan pemberian FPJP kepada PT Bank Century oleh Budi Mulya dilakukan dengan itikad tidak baik yang dilakukan dengan cara melanggar pasal 45 dan penjelasannya UU Bank Indonesia. Konsekuensi yuridisnya, perbuatan Budi merupakan perbuatan melawan hukum.
Perbuatan tersebut juga menyebabkan kerugian negara sejak penyetoran Penyertaan Modal Sementara (PMS) yang pertama kali pada 24 November 2008 hingga Desember 2013 sejumlah Rp 8,012 triliun.