REPUBLIKA.CO.ID, Sebagian besar kanker leher rahim disebabkan oleh human papillomavirus, atau HPV tertentu yang ditularkan melalui hubungan seks. Dr. Seth Berkley, pemimpin Aliansi Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (GAVI) mengatakan korbannya sangat banyak.
“Satu perempuan meninggal setiap dua menit akibat kanker leher rahim,'' papar Dr. Berkley seperti dikutip voaindonesia.
Ini lebih banyak daripada jumlah perempuan yang meninggal karena melahirkan. Angka perkiraan sekarang adalah 275 ribu perempuan meninggal karena kanker ini setiap tahun - 85 persen di negara berkembang. Angka ini terus naik. Tanpa intervensi, menjelang 2030 diperkirakan akan ada 430 ribu kematian per tahun akibat kanker ini.
Dr. Berkley selanjutnya mengungkapkan beberapa mitos tentang kanker. Salah satu hal yang menarik, kata dia, tentu saja, adalah bahwa kanker dianggap penyakit tidak menular dan tentu saja ini tidak benar.
Meskipun kanker adalah penyakit yang memang kadang-kadang disebabkan oleh kelainan genetik dan kelainan lainnya, persentase lebih besar kanker sebenarnya menular. Hal lain adalah kita berpikir tentang kanker sebagai penyakit dunia maju padahal sebenarnya kanker banyak di negara berkembang.
Sudah banyak vaksin lain yang diberikan kepada bayi atau anak-anak. Vaksin HPV diberikan kepada anak perempuan antara usia sembilan dan 13 tahun. Vaksin ini hanya efektif sebelum seseorang tertular virus tersebut.
Jika infeksi terjadi, virus itu dapat menyebabkan perubahan mikroskopis pada tingkat sel. Tes Pap atau Papsmear dapat mendeteksi perubahan tersebut. Namun, tes yang memeriksa sampel sel dari leher rahim itu, mungkin tidak tersedia bagi kebanyakan perempuan di negara berkembang.
“Akhirnya kanker kemudian tumbuh dan kanker itu akan menyebar. Ketika kanker tumbuh Anda mulai mengalami gejala seperti pendarahan. Dan pada akhirnya, sesudah menyebar, Anda merasa sakit karena mulai mempengaruhi organ tubuh lainnya. Pada saat Anda merasakan gejala umum, biasanya kanker sudah menyebar dan sulit untuk ditangani dengan pembedahan,” lanjut Dr. Berkley.