REPUBLIKA.CO.ID Bagi orangtua yang memiliki balita, dokter spesialis anak (sering disingkat: dokter anak) adalah sosok yang sangat penting. Dokter anak lah yang menjadi tumpuan tatkala si anak sakit. Bahkan ketika sedang tidak sakit pun, kadangkala para ibu merasa perlu bertanya pada sang dokter tentang pelbagai hal yang dirasa 'mencurigakan' pada anaknya. Banyak misalnya para ibu yang gelisah ketika anaknya yang berusia 10 bulan belum juga tumbuh gigi. Sementara ibu-ibu yang lain mengkhawatirkan anaknya yang belum juga bisa jalan di usianya yang 14 bulan.
Nah, berikut ini ada sejumlah tips dari American Academy of Pediatrics mengenai cara berkomunikasi dengan dokter anak. Lewat komunikasi dan hubungan yang harmonis itulah, para orangtua bisa mendapat informasi dan pengetahuan sebanyak-banyaknya tentang kesehatan anak. Ini tentu saja bisa memberi dampak positif pada kesehatan si anak. Adapun tips yang dimaksud adalah:
1. Manfaatkan telepon
Sejumlah dokter anak tak keberatan memberikan nomor teleponnya pada orangtua dari anak yang menjadi pasiennya. Jika dokter telah memberikan nomor teleponnya, tanyakan kapan biasanya ia punya waktu cukup luang untuk menjawab telepon dari pasien. Dengan begitu, telepon Anda tak akan mengganggu aktivitasnya. Maklum, sebagian dokter anak adalah orang yang sibuk. Selain telepon, ada juga dokter yang lebih suka menjawab pertanyaan lewat e-mail. Banyak hal bisa Anda tanyakan pada dokter lewat telepon.
Tapi agar lebih efisien, sebelum menelepon, tulis dahulu pertanyaan-pertanyaan yang akan Anda ajukan. Jika anak Anda demam, ukur dan catatlah suhu badan si anak. Saat bertelepon dengan dokter, jangan lupa sampaikan gejala-gejala yang dialami si anak sejelas mungkin. Misalnya, suhu badannya 38,5 derajat Celcius dan semalam muntah sebanyak tiga kali. Tanyakan pada dokter, apakah si anak perlu dibawa ke dokter segera atau tidak. Jangan lupa pula, siapkan kertas dan pena untuk mencatat saran-saran dari dokter.
2. Komunikatif
Ketika berada di ruang dokter, jangan segan untuk bertanya segala hal tentang anak Anda. Agar tak ada yang terlewat, catatan daftar pertanyaan menjadi sangat penting. Dokter yang baik selalu berusaha memberi penjelasan seluas-luasnya pada pasiennya. Dengan begitu, ketika melangkah keluar dari ruang periksa, Anda merasa puas. Sebaliknya, Anda pun mesti bersikap komunikatif dengan memberi informasi selengkap-lengkapnya mengenai anak Anda dan keluarganya. Yakinlah, informasi nan lengkap ini akan sangat membantu. Selain dokter akan merasa lebih dekat dengan Anda, ia pun akan mengetahui riwayat medis dalam keluarga Anda.
3. Bersikap realistis
Banyak orangtua yang menginginkan anaknya sembuh seketika. Itu mengapa, tak jarang orangtua yang menginginkan dokter meresepkan antibiotik atau obat-obat lain untuk anaknya, padahal sebenarnya si anak tak memerlukan obat itu. Pendekatan 'wait and see' yang mungkin sedang diterapkan dokter pada si anak, dianggap orangtua terlalu lama dan bertele-tele. Singkatnya, orangtua mestinya bisa bersikap realistis bahwa dokter bukanlah 'tukang sulap' yang bisa memberi kesembuhan seketika. Percaya bahwa dokter akan melakukan yang terbaik untuk pasiennya merupakan sikap yang sangat bijaksana. Tapi jika Anda merasa tak 'sreg' atau kurang yakin dengan diagnosis dari sang dokter, adalah hak Anda untuk mencari second opinion dari dokter lain.
4. Jangan segan bertanya
Sebelum meninggalkan ruang periksa, yakinkan bahwa Anda telah memahami semua instruksi dan saran dokter, utamanya yang berkaitan dengan tes laboratorium, kunjungan berikutnya, atau obat. Jika saat menjelaskan sesuatu pada Anda, dokter kerap menggunakan istilah medis, jangan segan atau malu untuk menanyakan maksud istilah-istilah tersebut. Jangan ragu pula untuk memberitahu dokter yang bersangkutan jika obat yang diresepkannya tidak manjur, atau jika sakit anak Anda makin memburuk, atau muncul gejala-gejala lainnya.
5. Jujurlah
Akhirnya, jangan takut untuk memberi masukan pada dokter anak Anda. Anda tak perlu sungkan untuk memberitahu pada dokter perihal kerepotan Anda tiap kali akan memeriksakan si kecil. Misalnya, antrian yang panjang atau sikap para suster atau staf lain yang kurang simpatik ketika melayani Anda. Dokter yang baik tentu akan mendengarkan keluhan Anda itu.