Rabu 19 Mar 2014 13:05 WIB

Mengapa Remaja Bisa Berperilaku Anarkis?

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Tawuran pelajar
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Tawuran pelajar

REPUBLIKA.CO.ID, Kasus kekerasan yang dilakukan oleh remaja makin banyak terjadi. Kenapa anak bisa berperilaku anarkis seperti itu?

Psikolog yang juga Dosen pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Evita, mengatakan untuk menghindari agar anak tidak memiliki perilaku yang anarkis, orang tua perlu mengajarkan dan mengembangkan sisi sosial emosional anak.

Sayangnya, banyak orang tua yang lebih mementingkan urusan pribadi dibanding urusan anaknya. Sehingga anak menjadi terabaikan.

Mereka mengganggap urusan anak adalah urusan belakangan dan mereka juga menyerahkan pendidikan anak pada guru di sekolah. “Kalau urusan anak ditunda-tunda, anak jadi mendapatkan pembenaran dari apa yang ia lakukan, walaupun itu salah. Sebab tidak ada koreksi dari orang tua,” jelasnya.

Apalagi anak usia remaja. Saat ini sisi emosional anak meningkat tinggi. Ini akibat adanya perubahan dalam diri mereka. Mereka memiliki jiwa yang tidak stabil. Karena itu, menurutnya, orang tua penting berada disamping anak saat anak usia remaja sekitar 12 sampai 18 tahun  dan menuju dewasa, tak hanya saat SD.

“Anak usia remaja butuh penerimaan dari orang tuanya atas kondisi mereka yang belum stabil itu. Sebab, anak usia remaja masih berfikir idealis, emosinya turun naik dan suka mencari perhatian. Karena itu mereka perlu orang dewasa yang mengerti mereka,” paparnya.

Evita menegaskan sesibuk apapun orang tua, orang tua harus menyadari bahwa anak memerlukan bimbingan. Sedini mungkin, sejak anak mulai mengerti lingkungan, orang tua harus mengembangkan emosi positif anak.

Caranya bisa dengan memberikan pujian saat anak melakukan hal yang baik dan benar. Misalnya saat anak menolong temannya yang jatuh. Katakan pada anak, “Bagus sekali nak, kamu menolong temanmu.”

Atau ketika anak dengan sabar duduk diam menunggu ibunya yang sedang bersih-bersih rumah. Katakan, "Ibu senang kamu mau menunggu ibu, nak.”

Dengan memberikan anak pujian, lanjut Evita, orang tua berarti membenarkan perilaku anak. Dan, itu menggambarkan anak peduli terhadap orang lain. Jika anak mendapatkan pujian saat melakukan hal benar, maka anak akan berkembang secara positif.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement