Senin 20 May 2013 12:53 WIB

Orangtua Sering Bertengkar, Ini Dampaknya untuk Anak

Suami istri bertengkar/ilustrasi
Foto: moneycrasher.com
Suami istri bertengkar/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Pertengkaran orang tua dapat berdampak buruk terhadap anak. Apalagi, jika anak tersebut melihat kedua orang tua bertengkar. Menurut Elmira Sumintardja, psikolog yang juga Koordinator LSM Jaringan Relawan Independen (JARI), anak mempunyai ingatan yang kuat. Pertengkaran itu dapat direkam pada ingatan anak dan melekat lama.

Hal ini dapat berdampak negatif bagi kondisi kejiwaan sang anak. Salah satu tandanya, adalah perubahan sikap anak. Karena itu, Elmira mengingatkan para orang tua untuk lebih sensitif kepada kondisi anak. Pertengkaran orang tua, katanya, dapat menempatkan anak di posisi yang serbasalah. Hal ini dapat membuat anak menjadi bingung karena keduanya adalah orangtuanya sendiri.

''Ketika melihat pertengkaran itu, anak itu bingung harus memilih siapa. Apakah berpihak ke ayahnya atau ibunya. Dia ditempatkan pada posisi konflik,'' kata Elmira. 

Dampak pertengkaran, antara lain, bisa membuat anak menjadi sering marah baik kepada kedua orang tuanya maupun lingkungan sekitar. Ini, merupakan wujud luapan emosinya terhadap orang tuanya. Atau, bisa juga anak itu secara terus terang memilih salah satu di antaranya. Selain menjadi lebih agresif, anak juga dapat menjadi pendiam. Hal ini dikarenakan tekanan emosi yang mendera anak tersebut. Namun, anak pendiam memiliki dampak tersendiri.

Anak yang pendiam, lanjut Elmira, harus lebih diwaspadai. Pasalnya, dibandingkan dengan anak yang agresif, anak pendiam lebih bersikap defensif. Penyaluran emosi anak pada kondisi ini, menjadi tertahan. ''Kalau dia emosi, sukanya marah-marah itu berarti emosinya tersalurkan. Tetapi kalau dia menjadi pendiam, itu patut diwaspadai. Karena emosinya bisa, saja tidak tersalurkan dengan benar,'' ungkap Elmira. 

Anak yang pendiam ini, katanya, bisa saja menyalurkan emosinya dengan kondisi yang berbeda. Anak, ujarnya, bisa melampiaskan emosinya kepada benda atau bahkan binatang. Caranya bermacam-macam. Misalnya, kata dia, boneka di kamar dipegang sambil diremas. Ini, lanjutnya, merupakan wujud penyaluran emosi anak. Kekecewaan atau emosi marah, juga bisa dilampiaskan kepada binatang dengan cara melukainya.

Elmira mengajak orang tua untuk waspada. Pertengkaran yang dilihat atau didengar, bisa membuat anak tersebut mempraktikkan hal tersebut kepada orang lain. Misalnya, kepada teman sepermainan. Namun, katanya, tidak selamanya tindakan itu berupa kekerasan secara fisik. ''Pertengkaran itu bisa ditiru oleh anak, karena daya ingatnya yang baik. Ini bahkan bisa dilakukan kepada teman sepermainannya. Mungkin tidak secara fisik. Tindakanya bisa juga dengan kekerasan verbal. Misalnya, dengan melontarkan kata-kata kasar seperti yang didengar dalam pertengkaran orang tuanya,'' ungkap Elmira. Pertengkaran itu, katanya, juga bisa berdampak lama.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement