REPUBLIKA.CO.ID, Islam menetapkan batasan pergaulan ketika perempuan berinteraksi dengan laki-laki yang bukan muhrimnya. Menurut Haya binti Mubarok al-Barik dalam Ensiklopedi Wanita Muslimah, baik perempuan maupun laki-laki mesti mampu menahan pandangan. Tak boleh melihat aurat, tak memandang dengan dibarengi syahwat, dan tak berlama-lama memandang tanpa ada perlunya.
Dalam sepenggal surah an-Nur ayat 31, dinyatakan, bagi perempuan beriman hendaklah mereka menundukkan pandangan dan memelihara kehormatannya. Jangan mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang bisa tampak. Hendaklah pula para perempuan menutupkan kerudungnya ke dadanya.
Perempuan Muslim mesti mengenakan pakaian sopan yang telah ditetapkan oleh aturan dalam Islam. Mereka menutup seluruh tubuh selain muka dan telapak tangan. Ada beberapa pendapat mengenai batas-batas aurat perempuan di hadapan laki-laki yang bukan muhrimnya.
Pengikut Mazhab Hanafi meyakini, perempuan boleh membuka muka dan kedua telapak tangan, namun laki-laki haram melihat kepadanya dengan syahwat. Mazhab Syafi’i menyatakan tak wajib menutup muka dan telapak tangan. Hal yang sama ditetapkan oleh pakar fikih kebanyakan. Menurut mereka, muka dan telapak tangan bukanlah aurat.
Jika semua pihak mengabaikan tuntunan yang ada, maka akan terjadi sebuah pergaulan bebas yang menyebabkan rusaknya masyarakat. Ini terjadi saat laki-laki tak dapat menahan pandangannya dan meredam nafsunya. Demikian pula dengan perempuan yang tak menutup aurat dan tak sanggup menahan pandangannya.
Maka itu, haram bagi perempuan menyendiri dengan seorang laki-laki yang bukan muhrimnya. Abd al-Qadir Manshur dalam Buku Pintar Fikih Wanita, menjelaskan, maksud menyendiri di sini berarti perempuan dan laki-laki berada di sebuah tempat yang aman dari gangguan orang ketiga.
Abu Hanifah menyatakan, Rasulullah tak menyukai seorang lelaki dewasa mengajak perempuan dewasa untuk berduaan. Sebab, berduaan dengan perempuan yang bukan muhrimnya adalah perbuatan maksiat. “Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan kecuali setan menjadi pihak ketiga,” ujar Rasulullah.
Saat berada di tempat umum, ujar Manshur, seorang perempuan dilarang mengenakan pakaian yang bisa memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh dan kulit tubuhnya. Jika hal itu dilanggar maka perempuan masuk dalam kategori perempuan yang berpakaian tetapi sesungguhnya telanjang.
Hal ini pernah dinyatakan Rasulullah. Beliau mengatakan, akan datang di pengujung umatku, perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi pada hakikatnya telanjang. Al-Dawwani melalui kitab yang ditulisnya, al-fawakih, mengatakan, perempuan dilarang memakai pakaian yang tipis saat keluar rumah hingga kulit tubuhnya terlihat.
Manshur menambahkan, perempuan sebaiknya juga tak melakukan hal yang dilakukan dengan tujuan mencari perhatian laki-laki. Ia mengutip firman Allah, “Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” Ibnu Katsir, kata dia, menyajikan penjelasan bagus tentang hal ini.
Pada zaman jahiliyah, umunya kaum perempuan menghiasi kakinya dengan gelang. Saat mereka berjalan namun tak ada bunyi gemerincing, maka mereka akan menghentakkan kakinya ke tanah agar gelang itu bersuara dan laki-laki mendengarnya. Allah, jelas Ibnu Katsir, melarang perempuan Muslim meniru perilaku itu.