Ahad 12 Jun 2011 12:28 WIB

Disuruh Bayar Biaya Pendudukan AS, Irak Geram Menolak Mentah-Mentah

Pertemuan Dana Rohrabacher (kiri) dan Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki.
Foto: www.irib.ir
Pertemuan Dana Rohrabacher (kiri) dan Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki.

REPUBLIKA.CO.ID,BAGHDAD - Irak mengecam usulan seorang anggota Kongres AS yang berkunjung ke Baghdad bahwa pemerintah Irak harus membayar "mega-dollar" yang telah dibelanjakan Washington dalam pendudukan Irak sejak 2003.

Dana Rohrabacher, anggota Kongres Amerika dari kubu Republik, berkunjung ke Baghdad pada Jumat (10/6) bersama dengan lima anggota kongres lainnya. Reuters melaporkan bahwa juru bicara pemerintah Irak, Ali al-Dabbagh, menilai usulan Rohrabacher itu benar-benar tidak bertanggung jawab. Dia menegaskan bahwa anggota Kongres AS itu tidak disambut di Irak.

"Mereka sengaja mengangkat isu kontroversial yang akan mempengaruhi hubungan strategis antara Irak dan Amerika Serikat. Mereka menuntut kompensasi perang dan kami tidak berkewajiban membayar apapun kepada siapa saja yang terlibat dalam invasi ke Irak,'' tukas Ali.

Setelah pernyataana al-Dabbagh itu, Kedutaan Besar Amerika di Irak menyatakan bahwa usulan Rohrabacher itu tidak mewakili sikap resmi Washington. Usulan biaya kompensasi pendudukan Iran itu semata-mata pendapat pribadinya.

Rohrabacher menyampaikan pendapatnya kepada wartawan setelah pertemuan dengan Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki. Rohrabacher mendesak Irak aga membayar ganti rugi kepada AS yang telah mengeluarkan biaya dalam pendudukan Irak. Usulan miring dana itu muncul saat Washington dan Baghdad tengah membahas penarikan pasukan militer AS dari Irak hingga akhir tahun ini.

Amerika Serikat bersikeras untuk menjaga sekitar 50.000 pasukannya di Irak untuk waktu yang lebih lama. Sementara, para pejabat Irak menekankan bahwa mereka harus ditarik mundur sesuai dengan kesepakatan keamanan SOFA yang ditandatangani kedua negara.

sumber : www.irib.ir
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement