REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc dan Luqyan Tamanni, M.Ec, RFP-I
(Kedua penulis adalah konsultan di Sakinah Finance)
Tahun 2015 telah dicanangkan menjadi Tahun Pasar Modal Syariah di Indonesia. Sosialisasi makin intensif dilakukan di berbagai tempat untuk mengajak para investor khususnya investor muslim. Tujuannya supaya berinvestasi di pasar modal dengan memilih saham-saham dan instrumen lain yang sudah disaring sesuai dengan prinsip investasi syariah.
Paling tidak sudah ada 16 fatwa DSN-MUI yang dikeluarkan sejak tahun 2001 hingga 2014. Aturan tersebut sejatinya dapat dijadikan panduan bagi para pelaku pasar modal untuk bertranksaksi di pasar modal secara syariah.
Dr. Yulizar D. Sanrego, M.Ec seorang pakar ekonomi syariah yang juga dosen STEI Tazkia ini menjelaskan tentang Fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 mengenai penerapan prinsip syariah dalam mekanisme perdagangan efek bersifat ekuitas di pasar reguler bursa efek.
Fatwa menegaskan, 1. Transaksi saham dianggap sesuai Syariah apabila hanya melakukan jual-beli saham syariah dan tidak melakukan transaksi yang dilarang secara syariah; 2. Saham yang sudah dibeli boleh ditransaksikan kembali meskipun settlement baru dilaksanakan pada T+3 sesuai prinsip Qabdh Hukmi (penguasaan komoditi oleh pembeli dalam bentuk dokumen), dan 3. Transaksi efek di Bursa Efek menggunakan akad Bai’ Al-musawamah (jual beli dengan mekanisme tawar menawar).
Sejak 2011, Bursa Efek Indonesia sudah meluncurkan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) yang semua konstituennya terdaftar dalam Daftar Efek Syariah (DES). Menurut laporan Otoritas Jasa Keungan (OJK), per 6 Oktober 2015, telah disenaraikan sejumlah 334 saham syariah berkembang dari hanya 174 saham syariah pada tahun 2007.
Adapun jumlah kapitalisasi per September 2015 adalah sebesar Rp 1.609,93 triliun di Jakarta Islamic Index dan Rp 2.449,10 triliun di ISSI. Walaupun mengalami penurunan dibandingkan Maret 2015, jumlah saham syariah tetap bertahan. Jumlah saham syariah bisa turun naik setiap enam bulan sekali tergantung penilaian otoritas jasa keuangan (OJK), laporan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) serta dibantu dengan laporan dari Dewan Syariah Nasional (DSN).