Oleh: Abdullah Sammy, Jurnalis Republika
Aksi demonstrasi besar 4 November 2016 secara umum berakhir dengan relatif damai. Memang, ada insiden rusuh di akhir aksi. Tapi pelaku dari rusuh itu hanya segelintir oknum yang kini telah diamankan polisi.
Pelaku pun bukan terafiliasi ormas atau kelompok umat yang selama ini ditakutkan berbuat onar. Sebaliknya, secara mengharukan, umat menjadi pelindung polisi dari aksi anarkistis perusuh yang diketahui beberapa di antaranya memakai celana pendek dan kaos t-shirt itu.
Di sisi lain, ada pula insiden di daerah Penjaringan Jakarta Utara. Namun, insiden tersebut ditengarai polisi merupakan bagian yang berbeda dari aksi damai di depan Istana.
Apresiasi tinggi juga patut kita haturkan pada Polri dan TNI. Sebab berkat strategi aparat yang persuasif, aksi 4 November bisa berlangsung minim korban. Tudingan, bahkan cap yang melekat di wajah Umat Islam yang mulai gencar ditananamkan semenjak awal Orde Baru -- bahwa Muslim Indonesia tak solid, tidak terorganisasi dengan baik, tak cerdas, tak bisa kumpulkan dana, dan emosional--- kini tak terbukti. Pomeo dan ajaran dari para master intelijen sisa hasil didikan Orde Baru itu kini sudah tak manjur lagi.
Namun, dalam tulisan ini, saya tak ingin masuk pada substansi tuntutan aksi 4 November. Yang ingin saya soroti justru pro-kontra di balik aksi ini.
Sejak awal aksi ini dirancang, banyak pihak yang begitu alergi. Cara mereka mendegradasi nilai aksi 4 November pun beraneka ragam.
Ada dengan mengaitkan aksi ini dengan kemungkinan menumbangkan presiden Jokowi. Lebih jauh lagi, ada yang menganggap aksi ini adalah gerakan kelompok radikal untuk mengubah haluan negara seperti mengkaitkannya dengan ISIS. Akhirnya, semua isu itu terbukti omong kosong.
Di sisi lain, ada pula media yang sengaja mem-framing gerakan ini sebatas gerakan FPI vs Ahok. Tapi yang paling hangat adalah kaitan gerakan ini ditunggangi aktor politik tertentu.
Bahkan, Jokowi dalam pidatonya mengungkap hal itu. Sebelumnya, beberapa saat sebelum aksi ini berlangsung, muncul isu bahwa aksi 4 November ditunggangi dan dibiayai SBY. Media besar pun tak ketinggalan memainkan isu ini. Dan banyak pula intelektual yang dengan sengaja menimang isu SBY di balik gerakan 4 November.