Kamis 10 Nov 2016 10:03 WIB

Membongkar Argumentasi ‘Dibohongi Pakai Surat Al Maidah’ (Bagian 2)

Peserta aksi membentangkan poster di depan Gedung Sate, Kota Bandung, pada aksi demonstrasi umat Islam terkait pernyataan kontoversi Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang mengutip salah satu ayat Alquran, Jumat (21/10).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Peserta aksi membentangkan poster di depan Gedung Sate, Kota Bandung, pada aksi demonstrasi umat Islam terkait pernyataan kontoversi Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang mengutip salah satu ayat Alquran, Jumat (21/10).

Membongkar Argumentasi ‘Dibohongi Pakai Surat Al Maidah’ (Bagian 2)

Oleh Abdullah Sammy, Jurnlias Republika

===========

Dalam kasus penistaan yang menjerat Ahok, perdebatan bahasa menjadi salah satu elemen penting. Karena itu, penting untuk membongkar dasar argumentasi terkait kalimat Ahok yang menjadi sumber polemik.

Kalimat perkataan Ahok itu berbunyi: "Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya. Karena dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho. Itu hak bapak ibu, ya. Jadi kalo bapak ibu, perasaan, gak bisa pilih nih, karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya, gak papa."

Pada tulisan edisi sebelumnya, sudah dibahas mengenai struktur kalimat dan logika bahasa. Dalam tulisan ini, saya ingin menelaah hal yang terpenting dalam membedah maksud ucapan Ahok.

Sebab, yang diucapkan Ahok adalah bahasa lisan atau ujaran yang mana sisi yang paling penting untuk dianalisis bukan sekadar struktur. Ini bukan sebatas analisis subjek, predikat, objek, atau keterangan.

Lebih dari itu, bahasa ujaran Ahok ini penting untuk ditelaah lewat kajian pragmatika, yakni cabang ilmu linguistik yang mengkaji kaitan antara konteks dan makna.

Ilmu ini membantu kita untuk mengetahui bahwa makna dari bahasa ujaran tidak hanya bergantung pada tata bahasa dari orang yang berbicara.

Lebih dari itu, pragmatika mengkaji konteks ucapan, latar belakang, serta status orang yang berucap hingga maksud tersirat dari si pembicara.

Dalam konteks kasus Ahok di Kepulauan Seribu, sangat penting mengkaji sisi pragmatiknya. Ini guna membuktikan apakah konteks ucapan Ahok ini bermakna penistaan.

Dalam tulisan sebelumnya, saya sudah meninjau logika bahasa dan struktur ucapan Ahok. Dari pembahasan itu, dapat disimpulkan bahwa si pembohong yang disebut Ahok secara bahasa adalah orang yang memakai al Maidah ayat 51. Dan al Maidah ayat 51 dianggap Ahok sebagai alat untuk menunjang kebohongan itu.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement