REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Fajriyah Nidaa’ul Husna dan Lailatul Badriyah *)
Bahan kimia seperti formalin dan boraks mungkin terlintas di pikiran kita ketika mendengar kata pengawet. Pemikiran ini dikuatkan dengan penemuan penggunaan boraks pada produk eceran di beberapa pasar tradisional di Yogyakarta maupun Bandung, beberapa waktu lalu.
Tentunya hal ini menimbulkan keresahan bagi masyarakat mengingat bahaya yang ditimbulkan dari bahan tersebut jika dikonsumsi manusia. Menanggapi kasus-kasus tersebut, benarkah pengawetan makanan diperlukan?
Tidak dapat dimungkiri, setiap orang membutuhkan makanan untuk dapat bertahan hidup. Sayangnya, ketersediaan bahan makanan tidak sebanding dengan jumlah kebutuhan penduduk.
Bahan pangan yang tersedia melimpah pada musim dan tempat tertentu menjadi salah satu penyebabnya. Oleh karena itu, perlu usaha untuk memenuhi ketersediaan makanan.
Salah satunya melalui pengawetan. Pengawetan makanan yang umum dilakukan masyarakat seperti pengeringan dan pembekuan. Pengeringan akan menghilangkan air pada bahan pangan sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan masa simpan bahan pangan menjadi lebih lama.
Pada pembekuan, secara umum hidup mikroorganisme akan terhambat dengan penurunan suhu bahan pangan dan terhenti ketika bahan pangan membeku. Namun, apabila kita melihat lebih jauh, nyatanya tidak semua makanan nikmat dikonsumsi pada kondisi kering atau beku.
Sebut saja roti dan keju. Makanan-makanan tersebut tidak terasa nikmat dikonsumsi pada kondisi kering atau beku.
Maka beberapa produsen menambahkan pengawet. Tujuannya agar konsumen masih bisa menikmati makanan sesuai yang diharapkan.
Bahan pengawet
Bahan pengawet makanan merupakan bahan yang sengaja digunakan atau dicampurkan pada makanan dan dapat menghambat pembusukan, memperpanjang umur simpan, serta mempertahankan kualitas gizi pada makanan. Bahan pengawet dapat dijumpai dalam bentuk alami dan sintetik.
Bahan pengawet alami dapat berasal dari gula, garam, maupun rempah-rempah yang sengaja ditambahkan untuk mencegah kebusukan makanan seperti pada ikan asin, manisan pala, dan dendeng yang semakin meningkat nilai gizinya.
Pengawet sintetik merupakan pengawet yang berasal dari bahan kimia. Contoh pengawet sintetik yang aman digunakan pada makanan dan sering kita temui, yaitu asam benzoat dan propionat pada roti.
Lalu bagaimana dengan formalin dan boraks? Kedua bahan tersebut sebenarnya bukanlah pengawet makanan.
Formalin biasanya digunakan sebagai bahan pembersih sementara boraks digunakan pada kerajinan tertentu seperti keramik. Pemerintah pun telah melarang penggunaan formalin dan boraks pada makanan.
Penggunaan pengawet yang diperbolehkan telah diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan dan Peraturan Kepala BPOM Nomor 36 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan BTP Pengawet.
Sayangnya, beberapa produsen makanan tidak memperhatikan atau bahkan tidak mengetahui batasan dari pemerintah dan menggunakan pengawet sesuai yang mereka inginkan. Hal ini yang sepatutnya diperbaiki oleh produsen makanan pada pemakaian pengawet dan bahan tambahan pangan lain.
Cara mudah lain untuk mengetahui makanan yang kita beli penggunaan pengawetnya sesuai dengan rambu pemerintah, yaitu dengan adanya nomor BPOM atau PIRT pada kemasan produk. Pada akhirnya, masing-masing pihak harus kembali berkaca terhadap persoalan penggunaan bahan pengawet pada makanan.
Tidak dapat dibenarkan apabila kita masih bersikukuh mengatakan bahwa pengawet adalah bahan yang buruk, sementara penggunaan pengawet sendiri dapat berguna untuk mempertahankan gizi pada makanan khususnya pada makanan yang tidak langsung dikonsumsi.
Namun, tidak dapat dibenarkan juga ketika produsen sebebas mungkin menggunakan pengawet makanan tanpa mempertimbangkan batasan penggunaan yang semestinya. Sebab sudah menjadi kewajiban produsen makanan untuk melindungi hak konsumen.
Dalam hal ini, sosialisasi dan pembinaan dari pemerintah juga perlu disampaikan kepada produsen agar pemakaian pengawet tidak disalahgunakan.
*) Mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor