REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sigit Iko *)
Pengangguran dan kemiskinan merupakan fenomena yang berkaitan satu sama lain. Pertumbuhan pembangunan ekonomi yang dijalankan pemerintah sejak awal negeri ini berdiri, meskipun menorehkan prestasi keberhasilan pertumbuhan ternyata belum dapat menuntaskan masalah kemiskinan. Di sisi lain, proses pembangunan yang dirancang bahkan menimbulkan ketimpangan antara si kaya dan si miskin.
Terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 telah melipatgandakan jumlah penduduk miskin dan menambah pengangguran. Sebagaimana kita ketahui, bahwa kemiskinan seseorang juga dilihat dari kemampuan seseorang/keluarga dalam mencukupi kebutuhan hidupnya.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut, maka seseorang tersebut harus memiliki sumber penghasilan yang salah satunya adalah dengan bekerja, memanfaatkan tenaga dan keahliannya untuk berkarya dengan pihak lain yang kemudian atas kinerjanya itu ia mendapatkan upah/hasil.
Duapuluh tahun berselang sejak krisis 1997, ternyata ekonomi global mengalami perlambatan, bahkan di sebagian negara di dunia mengalami pemunduran.
Kita harus bersyukur karena menurut catatan para ahli, ekonomi Indonesia masih tergolong baik, dengan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,1 persen. Namun, kesenjangan ekonomi masih menjadi masalah yang serius.
Kesulitan ekonomi di masyarakat tentu dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah perubahan orientasi dan perilaku ekonomi akibat aplikasi teknologi yang demikian cepat.
Kebijakan industri dari padat karya menjadi padat modal dan mekanisasi produksi mengakibatkan menyempitnya peluang untuk angkatan kerja. Persaingan meraih peluang kerja antar manusia kini harus pula ditambah dengan penggunaan teknologi sebagai alat produksi. Lihatlah, untuk menjadi petugas kasir parkir dan jalan tol saja manusia sudah tergantikan oleh teknologi.
Di sisi lain, kondisi perlambatan dan perubahan orientasi ekonomi juga mengakibatkan jatuhnya sektor riil yang menimbulkan angka pengangguran. Banyak perusahaan yang melakukan rasionalisasi dengan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja, pensiun dini, merumahkan, kontrak sesaat, atau yang lainnya.
Lesunya sektor riil, aplikasi teknologi sebagai alat produksi, kebijakan peralihan dari padat karya ke padat modal dan mekanisasi industri, serta meningkatnya jumlah angkatan kerja dan usia produktif akan menyebabkan persaingan meraih peluang kerja makin sulit.
Ketidakmampuan seseorang atau kekalahan dalam persaingan meraih peluang kerja itu pula menjadi ancaman terhadap bertambahnya keluarga miskin.
Menyikapi kondisi tersebut, Laz Al Azhar mengambil peran dalam menangani pengangguran usia produktif khususnya bagi pemuda putus sekolah dari keluarga tidak mampu dengan mendirikan Pusat Pemberdayaan Pemuda Putus Sekolah, Rumah Gemilang Indonesia. Para pemuda ini selain dibekali keahlian tertentu juga dibangkitkan motivasi dan penambahan pengetahuan agamanya.
Bersumber dari dana zakat, infak dan sedekah, para pemuda yang menjadi peserta diklat RGI ini dapat menikmati seluruh fasilitas secara gratis (full beasiswa), selama 6 bulan masa pendidikan. Para peserta juga diberikan kesempatan magang di perusahaan atau industri yang relevan dengan bidang keahliannya.
Pusat Studi Ekonomi Islam (CIBEST) IPB dalam satu penelitiannya menunjukan bahwa Rumah Gemilang Indonesia (RGI), salah satu LAZNAS AL AZHAR Berhasil Mengentaskan Pengangguran.
Hasil Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa alumni RGI telah mampu memberikan kontribusi hingga 71% terhadap pendapatan rumah tangganya.
Melihat nilai kontribusi pendapatan yang cukup besar terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga, hal ini berarti program pelatihan kerja yang diberikan RGI telah berhasil dalam mencapai tujuannya untuk mengentaskan kemiskinan melalui pemberdayaan pengangguran usia produktif.
Program RGI sebagai salah satu program pendayagunaan dana zakat yang dimiliki Laznas Al Azhar dapat menjadi percontohan bagi Lembaga Zakat lain atau Pemerintah dalam upaya memperbaiki kualitas angkatan kerja Indonesia guna meminimalisasi angka kemiskinan yang ada. (Republika : Kamis, 28 September 2017)
Sejak dibuka tahun 2009, RGI telah berhasil mengentaskan 1700 pengangguran usia produktif di Indonesia. Selain di Sawangan yang berkapasitas 120 orang per angkatan, RGI juga telah hadir di Jakarta Timur, Magelang, Surabaya, dan yang baru diresmikan adalah RGI kampus Aceh.
*) Direktur Eksekutif Laz Al Azhar