REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahad (8/9) dini hari, sebuah kecelakaan terjadi di Tol Jagorawi. Tujuh orang tewas dan belasan lainnya luka-luka karena mobil Mitsubishi Lancer berpelat B 80 SAL hilang kendali dan menabrak dua mobil yang melaju dari arah berlawanan.
Ironisnya, Lancer tersebut dikendarai oleh anak di bawah umur yang diketahui merupakan putera pemusik terkenal Tanah Air.
Tak lama berselang, terjadi kecelakaan lagi di bilangan Senayan, Jakarta Selatan. Sedan Toyota B 1469 NBB bergerak dengan kecepatan tinggi serta menabrak pejalan kaki dan menewaskan dua orang, sementara beberapa lainnya luka-luka.
Kejadian ini hanya sekelumit gambaran dari banyaknya kecelakaan yang terjadi di jalan di Indonesia. Mengacu pada data WHO, kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh terbesar ketiga di bawah penyakit jantung dan tuberculosis (TBC).
Disebutkan, setiap tahunnya ada 1,3 juta tewas karena kecelakaan lalu lintas. Artinya, ada lebih dari tiga ribu korban meninggal setiap hari. Jika tren itu terus berlangsung, kecelakaan lalu lintas diperkirakan menjadi penyebab kematian tertinggi kelima di dunia pada 2030.
Di Indonesia, data Korlantas Polri memerlihatkan, ada 31.234 orang meninggal di jalan raya pada 2010. Angka tersebut naik tajam dari tahun sebelumnya yang hanya 19.979 jiwa. Sekitar 70 persennya melibatkan sepeda motor dan 60 persen korban merupakan usia produktif.
"Sebagian besar mereka berada di usia produktif dan sebagai tulang punggung keluarga. Artinya, secara tak langsung kecelakaan yang dialami para tulang punggung keluarga bisa menyebabkan kemiskinan," papar Kepala Detasemen Patroli Jalan Raya (PJR) Korlantas Polri, Kombes Pol Ahsanul Rozimi di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Data korban kecelakaan lalu lintas (sumber: Korlantas Polri)
Ia menambahkan, sekitar 90 persen kecelakaan itu karena faktor kesalahan manusia (human error). Dengan kata lain, kejadian itu seharusnya bisa dikendalikan dengan melakukan perilaku aman berkendara. Sayangnya, banyak pengguna jalan yang kurang peduli dengan hal tersebut.
Gerakan Sosial dan Media Sosial
Pengajar Communication and Social Change, Post-Graduate School Universitas Paramadina, Dr Suraya MSi menjelaskan, butuh sebuah gerakan sosial untuk dapat mengikis ketidakpedulian masyarakat terhadap keselamatan berkendara.
Gerakan ini harus dimunculkan karena pada kenyataannya banyak masyarakat yang sebenarnya peduli namun tidak terlihat. "Kalau kita lihat di jalan, nggak semua pengendara motor mau naik ke trotoar ketika macet. Banyak yang nggak mau, loh, yang lebih peduli pada aturan dan rela tertahan lebih lama di jalan raya," ujarnya.
Namun, tambah Suraya, banyak yang tak menyadari hal ini dan menganggap ketidakpedulian di jalan sebagai menjadi hal yang lumrah. Karenanya, perlu ada sebuah gerakan untuk mewujudkan kepedulian tersebut dan menunjukkan kalau sebenarnya kepedulian itu ada.
Harapannya, mereka yang selama ini bertindak sembrono, akan menjadi lebih hati-hati dan peduli. "Karena orang cenderung ikut-ikutan. Kalau dia tahu orang lain melakukan, maka ada dorongan untuk mengikuti. Kita inginnya dorongan itu ke arah yang positif," tambah dia.
Caranya, kata dia, bisa menggunakan media sosial agar gerakan tersebut dapat terlihat dan dimobilisasi. Karena dilakukan secara bersama-sama dan massif, dampaknya pun akan lebih besar. "Jadi bisa tahu, kalau ada orang lain di sana yang juga memiliki sikap dan kepedulian yang sama. Serta bisa bertindak bersama."
Pakar komunikasi marketing, Silih Agung Wisesa menambahkan, media sosial di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda ketimbang negara lain. Di Tanah Air, media sosial memiliki kekuatan yang lebih besar. Bahkan, sebuah ide yang dilontarkan di media baru ini bisa menjadi gerakan besar yang massif.
"Hanya ada di Indonesia. Media sosial, seperti Facebook dan Twitter, bisa menggerakan orang untuk turun ke jalan. Misalnya ketika kampanye seribu langkah yang dilakukan sebuah produsen susu yang melibatkan ribuan orang. Itu hanya pakai media sosial saja, loh," ujarnya.
Tujuannya, berkontribusi dalam menurunkan tingkat kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Yaitu dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperilaku positif di jalan.
"Kita selalu menggunakan jalan setiap hari. Mari kita ciptakan jalan yang lebih aman dengan berperilaku positif dan bertemu dengan keluarga tercinta di rumah," jelas Business Support Division Head Adira Insurance, Ernita Sari.
Dalam berkampanye, perusahaan ini turut menggunakan media sosial sebagai alat. Saat ini, sudah ada 5.324 akun yang menjadi followers program kampanye ini di Twitter dan 9.430 likes di Facebook. Di sini, masyarakat bisa berkontribusi berbagi pengalaman mengenai berkendara dan lainnya. Sekaligus untuk penyadaran pentingnya untuk mencegah potensi kecelakaan dan bisa pulang ke rumah dengan selamat.
Untuk penggunaan internet, Adira telah menorehkan prestasi dengan mendapatkan peringkat pertama Indonesia’s Most Favorite Nitizen Brand 2012 kategori produk asuransi, akhir tahun lalu. Riset ini mengungkapkan angka penetrasi perilaku pengguna internet di Indonesia terhadap Adira Insurance yang mereka tentukan sendiri keputusan pembeliannya.
Ernita menjelaskan, Adira melihat dunia digital sebagai alternatif touch point dengan para stakeholder-nya. Media digital ini dapat difungsikan untuk berbagai hal, seperti pemberian informasi seputar produk dan wadah interaksi dengan pelanggan atau masyarakat,
"Saat ini, Adira Insurance telah melakukan pengelolaan secara menyeluruh terhadap website perusahaan atau pun website kegiatan sosial I Wanna Get Home Safely! (IWGHS) dan social media," jelas Ernita.
Kegiatan penukaran helm SNI (foto: Adira)
Fokus di media sosial juga dibarengi dengan aksi nyata yang dilakukan Adira Insurance. Antara lain, menggelar safety touring bersama Forum Wartawan Otomotif (Forwot) medio September lalu. Ajang dengan rute Jakarta-Cisarua ini digunakan untuk mengingatkan mengenai keselamatan di jalan raya. Termasuk pembagian masker kepada para polisi yang bertugas di pos Gadog, Bogor.
Adira Insurance juga mengumpulkan commitment letter sebagai bentuk dukungan terhadap kampanye keselamatan di jalan raya. Ini merupakan surat pernyataan pengguna jalan untuk berkomitmen menjaga keselamatan ketika berkendara.
Hingga Oktober 2012, sudah terkumpul 216 ribu orang yang menandatangani commitment letter tersebut. Bahkan, Muri memberikan penghargaan untuk 77.122 commitment letter yang terkumpul sejak dimulainya kampanye I Wanna Get Home Safely! pada 2010.
Berbagai kegiatan lain pun dilakukan. Termasuk juga menukar helm non-standar dengan yang memiliki logo SNI kepada para pengendara di jalan. Juga memberikan donasi kaki palsu untuk para korban kecelakaan di jalan.
"Memang membuat gerakan sosial, termasuk kesadaran keselamatan di jalan, bukan perkara gampang, tapi bisa dilakukan. Dimulai dari hal yang kecil dan dari diri sendiri, misalnya menunjukan kalau banyak yang peduli (keselamatan berkendara)," tegas Suraya.