Senin 03 Nov 2014 15:31 WIB

Ada Apa dengan Indra Sjafri?

Muhammad Akbar
Foto: doc pribadi
Muhammad Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: M Akbar

Dipecatnya seorang pelatih dari jabatan, sesungguhnya bukan hal tabu di dunia sepak bola. Tapi ketika Indra Sjafri dicopot jabatannya dari pelatih tim nasional (timnas) U-19, bagi saya ada sedikit rasa janggal yang menyelip.

Bukan karena saya ingin mendukung coach Indra untuk terus melanjutkan jabatannya sebagai pelatih. Tidak! Saya tak mengenal, apalagi pernah berfoto selfie dengannya. Saya mengenal pria Minang ini hanya lewat pemberitaan saja, seperti kebanyakan orang di negeri ini.

Dari sanalah saya mengenalnya. Ada rasa bangga kepadanya setelah ia berhasil membawa Evan Dimas dkk menjadi juara AFF U-19 pada Oktober setahun silam dan tampil di Piala Asia U-19 pada bulan lalu. Gelar juara dari Piala AFF U-19 itu seakan menjadi pemuas dahaga atas paceklik gelar timnas negeri berpenduduk 200 juta jiwa ini.

Itulah gelar pertama Indonesia dalam 22 tahun terakhir. Sepanjang rentang dua dekade lebih, Indonesia nyaris tak pernah meraih gelar juara, baik di tingkat Asia Tenggara maupun di level yang lebih tinggi.

Tapi, euforia kepada coach Indra sepertinya begitu melambung tinggi. Usai meraih sukses, prestasi coach Indra nyaris meredup. Ibarat kata, pencapaian yang diberikannya seperti bunga yang layu sebelum berkembang. Kegagalan demi kegagalan seakan menjadi deretan cerita berikutnya dari karier coach Indra. Puncaknya, kegagalannya membawa skuat Garuda Muda untuk lolos ke Piala Dunia U-20.

Kegagalan itulah yang kemudian memberi jalan PSSI untuk menyuruhnya mundur. Inilah kali kedua kebijakan yang dikeluarkan oleh induk organisasi sepak bola tertinggi di negeri ini kepada coach Indra. Pada April tahun lalu -- enam bulan sebelum timnas U-19 meraih juara Piala AFF -- PSSI juga pernah memecatnya dari jabatan pelatih. Bedanya, pemecatan pada saat itu berdasarkan urusan gaji yang belum dilunasi oleh PSSI.

Nah, apakah hal yang mengganjal seperti yang sudah saya sebutkan di awal? Hal mengganjal itu adalah sikap PSSI. Deretan pertanyaan menggelayut di kepala saya. Mengapa pemecatan ini terjadi hanya selang beberapa hari setelah meruaknya kasus besar yang dikenal dengan istilah sepak bola gajah?

Istilah ini merujuk pada laga PSS Sleman dan PSIS Semarang saat tampil pada laga terakhir penyisihan grup babak delapan besar Divisi Utama yang digelar pada 26 Oktober silam. Memang, buntut dari permainan sepak bola gajah itu telah membuat Komisi Disiplin PSSI mengeluarkan keputusan.

Kepala Komisi Disiplin PSSI (komdis), Hinca Panjaitan, langsung menggelar temu wartawan untuk menyiarkan kabar perihal diskualifikasi PSS dan PSIS dari Divisi Utama. Saya pun bertanya, apakah benar keputusan untuk memecat coach Indra ini sesungguhnya keputusan yang tak memiliki keterkaitan dengan masalah yang lain?

Harapan saya, tentunya PSSI bisa lebih berani lagi untuk menguak kasus sepak bola gajah yang sudah menjadi pemberitaan dunia. Tuntaskanlah persoalan ini dengan sikap tegas, seperti tegasnya PSSI memecat coach Indra dari jabatannya.

Saya percaya, 'keberanian' sikap pemain PSS dan PSIS dalam mempraktekkan lima gol bunuh diri itu bukanlah tanpa sebab. Tentu ada operator di belakangnya. Dan sayangnya, PSSI sepertinya masih belum mau mengusut tuntas mencari operator-operator tersebut sampai ke akar-akarnya. Kesalahan pun hanya ditimpakan sepenuhnya kepada klub.

So, sebagai warga negara Indonesia, saya tentunya akan sangat mendukung PSSI untuk mendorong lahirnya timnas yang bisa membanggakan kita semua. Tapi ketika PSSI belum juga mampu mendorong lahirnya skuat timnas yang membaggakan, apa yang seharusnya mereka lakukan? Ah, saya tak pernah berani membayangkan kalau ada pejabat di negeri ini yang mau bersikap untuk meletakkan jabatan ketika anak buahnya mengalami kegagalan. Maaf, karena saya masih hidup di Indonesia, negeri yang memang menyimpan banyak rahasia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement