REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Julkifli Marbun
Mungkin kata yang pas digunakan untuk mereka yang terlibat perang di Ukraina adalah, "Sudahlah, berhentilah perang!"
Kita yang melihat perang sipil berkecamuk di Ukraina terasa lelah menghitung berapa korban yang bertambah setiap hari. Apalagi mereka yang berada di tengah-tengah konflik itu.
"Jika saja saya tahu," itu kalimat yang keluar dari mulut Natalia Komasa, wanita berusia 26 tahun yang terlibat dalam demonstrasi anti-pemerintah di lapangan Maidan.
Demonstrasi di lokasi yang dikenal juga dengan Lapangan Merdeka versi Ukraina itu merebak menjadi perang sipil di pertengahan November 2013 lalu. Memang Ukraina tidak separah Suriah. Jumlah korban hanya 1.300 dari kalangan pejuang di kedua belah pihak. Bila ditambah korban sipil mencapai 4.700, menurut data terakhir dari Xinhua.
"Jika saja saya tahu, protes tahun lalu di Maidan akan mengakibatkan kerugian ekonomi, saya tidak akan ke sana," kata Natalia.
Para demonstran berharap, ketika Presiden Viktor Yanukovych digulingkan pada Februari setelah itu, maka semuanya akan selesai. Tapi, Tidak!
Struktur demografi Ukraina yang multi etnik, dan sebagian masih berhubungan darah dengan Rusia, membuat negara ini terseret dalam gengsi regional.
Sekilas, apa yang terjadi di Ukraina seperti tidak sama dengan apa yang terjadi di Suriah. Bila di Suriah, setiap momen pertempuran disiarkan langsung ke seluruh dunia dengan berbagai media komunikasi. Mulai dari frustasi, adegan pembunuhan, pemenggalan dan mayat-mayat yang terbunuh secara keji, semuanya dapat dilihat dan menjadi bagian dari konflik itu.
Di Ukraina, kelihatan seperti beradab. Tapi, bila sengaja dicari objek yang sama di forum-forum berbahasa Ukraina ataupun Rusia, imbas perang itu sama saja. Terlepas dari jumlahnya, kengerian perang itu juga menunjukkan adegan-adegan yang menyeramkan.
Tidak seperti Suriah, Ukraina masih bisa bersyukur, negara-negara tetangganya masih mempunyai optimisme akan perdamaian. Perkataan-perkataan pemimpin publik regional masih menyiratkan adanya solusi di luar perang.
"Ketegangan yang meningkat terasa di daerah Finlandia, yang bertetangga, bahkan sekalipun kami tidak menghadapi ancaman," kata Presiden Finlandia Sauli Niinisto dalam pesan tahun barunya.
"Penting untuk menemukan penyelesaian damai di Ukraina, dan sama pentingnya untuk menghentikan lingkaran bentrokan keji ini," katanya.
Di Ukraina, kunci perdamaian ada di kedua belah pihak yang bentrok. Masyarakat sebenarnya sudah jemu dengan konflik tersebut. "Kebebasan yang kami raih tidak sebanding dengan nyawa ribuan orang dan kehancuran ekonomi," kata Natalia.
Warga lain bernama Komasa juga mengatakan yang sama. Ekonomi Ukraina saat ini hancur lebur. Mata uangnya Hryvnia terdevaluasi 47 persen.
"Penurun nilai Hryvnia meningkatkan harga komoditas, tapi gaji kami tetap sama. Banyak orang mempunyai kredit properti dalam bentuk dolar, dan kami tidak mampu membayarnya," kata Komasa.
Tidak saja orang biasa, para pengusaha juga mulai merasakan akibatnya. Oleg Kharchenko, wirausaha berusia 35 tahun di Kiev mengatakan kepedihan yang dialaminya. "Beberapa perusahaan, khususnya importir, dipaksa untuk beroperasi dengan kerugian, hanya untuk bertahan hidup dan untuk menjaga kepercayaan konsumen," katanya.
Nasib yang sama dialami oleh mereka yang tinggal di wilayah-wilayah yang dikuasai pemberontak. Hidup mereka semakin susah.
Bila kondisi ini dibandingkan dengan Suriah, maka setali tiga uang hampir sama, hanya skalanya lebih besar. Jutaan penduduk Suriah saat ini menjadi pengungsi di berbagai negara.
Cerita pilu dari mereka sudah banyak diutarakan di berbagai media.Parahnya, berbagai kelompok bermunculan. Baik yang murni perlawanan, ektremisme maupun yang didanai asing. Semuanya mengatasnamakan ingin menyelamatkan rakyat Suriah.
Para pemimpin regionalpun seakan berpangku tangan. Sangat jarang ada seruan perdamaian dari pemimpin-pemimpin regional. Mungkin mereka sudah capek dan memilih untuk saling menyalahkan, baik karena garis politik, keyakinan maupun egoisme suku dan ras.
Tapi di luar kondisi itu, sebagai anak manusia yang turut merasakan kepedihan mereka yang menjadi korban, tidak salah kita menyerukan kepada pihak-pihak yang bertikai di Ukraina maupun Suriah, untuk berdamai. "Sudahlah, berhentilah perang, bangun negeri kalian dengan kedamaian!"