Rabu 11 Feb 2015 15:52 WIB
Mobnas

Proton dan Lagu Lama Macet Jakarta

Bayu Hermawan
Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Bayu Hermawan

Problem macet Jakarta menjadi masalah 'lagu lama' yang hingga kini tak kunjung ditemukan solusinya. Berbagai penelitian dilakukan, sejak kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo, Joko Widodo hingga kini Jakarta di bawah pimpinan Basuki Tjahaja Purnama. Jakarta malah jadi kota paling macet sejagat.

Ibu kota Indonesia ini masuk dalam peringkat 10 besar kota paling macet di dunia.

Menurut data Indeks Stop-Start Castrol Magnatec, Stop-Start di kota ini adalah 33.240, artinya dalam setahun seorang pengendara di Jakarta rata-rata berhenti dan kemudian bergerak kembali 33.240 kali ketika sedang berkendara.

Mirisnya, bukan hanya Jakarta. Terpaut beberapa poin, Surabaya juga menjadi kota termacet di dunia pada peringkat ke 4 dengan indeks 29.880.

Dalam kondisi seperti ini, sayangnya Presiden Joko Widodo justru mengambil langkah yang mengejutkan. Jokowi--sapaannya-- bertolak ke Malaysia pada Jumat 6 Januari 2015 lalu untuk menyaksikan penandatanganan MoU antara Proton Holdings Berhad (Proton) dan PT Adiperkasa Citra Lestari dari Indonesia di kantor pusat Proton. Turut hadir Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Najib Tun Razak menyaksikan penandatangan.

Di tanah air isu MoU tersebut menuai kecaman, karena dugaan MoU ini adalah kerjasama melibatkan dua perusahaan untuk pengembangan mobil nasional (mobnas) Indonesia. Sekalipun kemudian Presiden Jokowi membantahnya.

Dibalik PT Adiperkasa Citra Lestari ternyata ada mantan Kepala Badan Intelijen Negara yang juga mantan penasihat Tim Transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla, AM Hendropriyono. Dialah CEO perusahaan tersebut.

Diketahui, Hendropriyono juga pernah terlibat di Kia Mobil Indonesia bersama Tommy Winata dan mantan Kapolri Rusdiharjo yang waktu itu sebagai komisaris.

"Dengan keahlian yang dimiliki, serta kesamaan budaya, kami yakin Proton bisa membantu melatih dan meningkatkan keahlian tenaga kerja ahli kami untuk pasar otomotif kami," begitu kata Hendropriyono seperti dilansir Berita Harian Malaysia.

Sudah jelas, dengan adanya kerja sama di bidang industri otomotif ini, jumlah kendaraan di Indonesia akan meningkat. Cepat atau lambat.

Padahal, tingginya angka pertumbuhan kendaraan roda empat ditambah lambatnya penambahan ruas jalan menjadi alasan kemacetan akan terus menghantui ibu kota. Polda Metro Jaya menyebut, kemacetan Jakarta akan bertambah 10-13 persen tiap tahunnya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Martinus Sitompul mengatakan, jumlah kendaraan pada tahun 2014 mencapai 17.523.967 unit. Hal itu tidak sebanding dengan pertumbuhan jalan yang hanya 0,01 persen per tahun.

"Saat ini kan memang tidak ada pembatasan, jadi setiap tahunnya terus bertambah. Jadi kemacetan tiap tahunnya semakin meluas," kata Martin saat berbincang beberapa waktu lalu.

Maka dari itu, menurut dia, kebijakan dalam pembatasan jumlah kendaraan di Jakarta harus dilakukan. Sebab, kebijakan itu merupakan salah satu solusi untuk dapat menekan volume kendaraan yang terus mengalami pertumbuhan secara signifikan.

Menilik harapan Polda Metro, ini tentu berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi. Padahal, ketika Jokowi masih memangku jabatan Gubernur DKI Jakarta, kebijakan serupa ia wacanakan.

Jokowi, saat masih menjabat DKI 1, bahkan pernah secara terang-terangan menyebut mobil murah bakalan menambah macet Jakarta.

Namun, masihkah Anda ingat, Jokowi pernah menjadi brand ambassador (duta merek) Esemka? Ya, mobil murah besutan PT SMK yang digadang-gadang saat ia masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta.

Muncul pertanyaan apakah berganti jabatan ternyata membuat 'hati' Jokowi ikut bergeser. Sekalipun sudah menegaskan bahwa kerjasama dengan proton adalah murni kerjasama 'B to B' , namun masyarakat tidak mudah begitu saja percaya.

Lalu apa kabar rencana kebijakan mengurangi kemacetan Jakarta yang kini dilanjutkan oleh mantan wakil gubernur Jokowi, yang kini duduk di kursi Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok?

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi kemacetan ini, seperti pemberlakuan sistem three in one di beberapa jalan utama, pembangunan dan pengembangan transportasi massal bus TransJakarta, penambahan gerbong kereta secara signifikan, sampai pelarangan sepeda motor di sepanjang Jalan Thamrin dan Jalan Medan Merdeka Barat akhir-akhir ini.

Jakarta juga akan segera memberlakukan Electronic Road Pricing (ERP) yang saat ini masih dalam tahap uji coba. Tak hanya lewat ERP, Ahok mengatakan tengah mengkaji pembatasan usia mobil menjadi 10 tahun.

Tujuannya, kata Ahok, agar para pengendara mobil dengan usia lebih dari 10 tahun, bisa beralih ke angkutan umum. Namun, rencananya kebijakan ini diakuinya paling cepat baru bisa berjalan pada 2017.

Keinginan masyarakat seperti ingin punya kendaraan pribadi sendiri lebih dari satu menjadi salah satu dampak dari buruknya manajemen transportasi di Jakarta. Sementara itu perbaikan menuju transportasi yang aman, nyaman dan mudah, tidak kunjung terealisasi hingga kini, sehingga transportasi Jakarta semakin semrawut.

Belum lagi masih banyak kendaraan umum tidak layak pakai yang masih dioperasikan sehingga menjadi biang kemacetan. Sampailah pada keyakinan bahwa kita belum mempunyai pemerintah yang bekerja sepenuh hati dan serius menangani kemacetan.

Lihat saja hukum dan undang-undang yang tak jelas karena selalu disalahartikan oleh regulatornya. Selain itu, prilaku kedisplinan dan keberanian pihak yang berwajib saat menjalankan tugasnya tak bisa dipungkiri juga begitu minim.

Maka, tanpa pembatasan jumlah kendaraan, Jakarta tanpa kemacetan lalu lintas hanya akan jadi mimpi belaka.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement