REPUBLIKA.CO.ID, oleh Hazliansyah*
Rasa sedih masih menyelimuti keluarga korban KM Sinar Bangun yang tenggelam. Namun mereka sedikit lega karena proses pencarian bangkai kapal dan korban menemukan titik terang.
Pada Kamis (28/6) sore lalu, Basarnas mengumumkan telah menemukan posisi kapal dan korban di kedalaman 450 meter Danau Toba. Basarnas kini tengah berusaha mencari cara untuk mengangkat bangkai kapal dan mengevakuasi korban. Sebab evakuasi dari kedalaman 450 meter bukanlah hal mudah.
Besar harapan dari keluarga agar proses evakuasi berjalan lancar dan seluruh korban dapat ditemukan.
Karamnya KM Sinar Bangun menambah panjang daftar kecelakaan yang terjadi di momen libur lebaran. Seperti sebuah siklus, rentetan kejadian kerap terjadi di momen libur panjang.
Dimulai dari perjalanan mudik yang banyak diisi dengan cerita kemacetan, Idul Fitri dan ditutup dengan wisata. Di momen libur lebaran, daerah wisata di seluruh tanah air selalu jadi buruan. Masyarakat berbondong-bondong ke tempat wisata untuk menghabiskan waktu bersama keluarga dan kerabat.
Akan tetapi di setiap tahunnya, selalu saja kita dengar peristiwa-peristiwa yang terjadi di tempat wisata. Bahkan tidak jarang yang sampai menimbulkan korban jiwa.
Di momen libur lebaran kemarin misalnya. Belasan orang mengalami kecelakaan saat berwisata di sejumlah pantai di Gunungkidul. Total ada 12 kecelakaan laut, dengan satu orang korban tewas.
Di Jember, dua orang pelajar belasan tahun tewas saat bermain di tepi muara sungai dekat Pantai Payangan. Kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa juga terjadi di destinasi Curug Nangka di Kabupaten Banyumas. Tengah asik berswafoto di atas air terjun dengan tujuh tingkat ini, mereka terpeleset dan jatuh tenggelam ke Curug Nangga.
Dan yang paling menelan banyak korban adalah tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba, yang merupakan salah satu destinasi pariwisata prioritas. Destinasi yang dipromosikan bakal menjadi "Bali Baru" yang dikunjungi jutaan wisatawan.
Bicara soal daya tarik, Danau Toba memang sangat potensial. Dari cerita terbentuknya Danau Toba saja sudah dapat menarik wisatawan, terutama wisatawan mancanegara (wisman).
Pada umumnya, wisman memang menyukai keindahan alam serta ragam budaya yang ada di dalamnya. Danau Toba dengan keragaman budaya masyarakat sekitarnya sangat memiliki potensi.
Terlebih akses menuju danau alam besar seluas 1.130 km2 ini juga semakin mudah. Pemerintah, bahkan Presiden Jokowi secara langsung yang mengawal. Bandara udara Silangit disulap menjadi bandara internasional. Sehingga wisatawan mancanegara dapat melakukan penerbangan langsung dari originasinya. Belum lagi jalan tol yang tengah dikebut pengerjaanya.
Akan tetapi dengan kejadian tenggelamnya KM Sinar Bangun membuat kita jadi sadar ternyata Danau Toba belum sepenuhnya siap menjadi destinasi kelas internasional. Danau Toba masih memerlukan penataan secara mendasar, tidak hanya sekadar promosi besar-besaran dan perluasan akses yang dikebut.
Danau Toba menyadarkan bahwa promosi besar-besaran tidak akan sempurna jika penataan destinasi masih belum bisa memberikan keamanan dan kenyamanan (safety and security) bagi wisatawan.
Penataan disini tentunya bukan semata bagaimana mempercantik satu destinasi dengan membuat spot-spot swafoto yang Instagrammable. Bukan. Viral di media sosial tidak melulu menjadi patokan.
Tapi bagaimana pemerintah daerah, pengelola tempat wisata, pemerintah pusat serta pihak-pihak terakit lainnya bersinergi melakukan penataan destinasi sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
Bagaimana masyarakat menyambut wistawan, bagaimana penataan sarana transportasi yang memenuhi standar kelaikan bagi wisatawan, semuanya bersinergi menjadi satu.
Apalagi destinasi wisata di Indonesia tidak hanya Danau Toba. Masih banyak keindahan alam, budaya, baik di darat maupun bawah laut lainnya yang tersebar luas di Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke.
Jangan sampai di musim-musim liburan kita harus mendengar lagi kejadian kecelakaan di destinasi wisata. Wisatawan sendiri juga harus punya kesadaran yang kuat atas diri dan lingkungan. Dalam arti, wisatawan juga harus bisa kritis terhadap keselamatan diri dan lingkungan. Karena Indonesia begitu luas dan indah untuk tidak dinikmati.
*) Penulis adalah redaktur republika.co.id