REPUBLIKA.CO.ID, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menyerahkan nasib para anggotanya yang ditangkap Satgas Antimafia Bola Mabes Polri ke proses hukum. Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi menegaskan, tak akan melindungi para pengurus federasi yang terlibat dalam skandal pengaturan curang pertandingan sepak bola atau matchfixing.
Sampai Jumat (28/12), Satgas Antimafia Bola bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnivian, menangkap dan menahan empat nama terkait skandal pengaturan curang pertandingan di klub-klub Liga 3. Mereka adalah Johar Lin Eng yang juga menjadi anggota Exco PSSI sekaligus ketua Asprov PSSI Jawa Tengah (Jateng). Satu lagi, yakni Dwi Irianto anggota Komisi Disiplin (Komdis) PSSI atau lembaga peradilan internal federasi.
Satgas juga menangkap mantan komite wasit PSSI, Priyanto yang ditangkap bersama putrinya, Anika Yuni Artikasari yang banyak terlibat dalam perwasitan kompetisi sepak bola di Indonesia. Keempat tersangka tersebut sebagai respons satgas atas pelaporan kecurangan, pemerasan, dan penipuan dalam kompetisi sepak bola di Liga 3.
Berbagai kalangan mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh Satgas Antimafia Bola tersebut yang dalam dua pekan terakhir ini bertindak cepat. Selama ini, mafia bola di Tanah Air sering kali menjadi perbincangan sejumlah pihak yang sangat mencintai cabang olahraga dengan penggemar paling banyak di Indonesia.
Meski demikian, mafia bola yang melakukan aksinya sejak lama di Indonesia tersebut seperti angin yang bisa dirasakan, tapi tidak kelihatan. Begitu juga dengan mafia bola, para penonton, pemain, penyelenggara kompetisi bisa merasakan adanya mafia bola di Indonesia. Namun, tanpa tindakan tegas yang dilakukan aparat kepolisian, dugaan adanya mafia bola tersebut seperti tertiup angin dan tidak pernah kelihatan di permukaan.
Padahal, semua pihak sejak lama berharap agar nilai-nilai sportivitas di dunia sepak bola nasional selalu dikedepankan. Para penggemar sepak bola di Indonesia ingin nilai-nilai kejujuran dalam pertandingan selalu menjadi faktor nomor satu sehingga setiap pertandingan di lapangan hijau selalu menjadi tontonan yang menarik.
Ketika harapan tersebut belum juga terpenuhi tak heran bila banyak kalangan yang menganggap salah satu yang membuat prestasi sepak bola kita masih jauh di belakang karena para mafia bola masih berkeliaran bebas. Dugaan para mafia bola mengincar setiap pertandingan yang digelar di Liga wajar-wajar saja karena sebelum ini tidak ada tindakan tegas terhadap mereka. Akibatnya, para mafia bola pun bebas berkeliaran dan berpotensi menawarkan pengaturan skor di beberapa pertandingan.
Kini ketika aparat kepolisian bertindak tegas dengan menahan para tersangka matchfixing, ada harapan bahwa para mafia bola tak lagi bebas mengatur pertandingan. Tindakan tegas aparat pun membuat masyarakat tahu siapa saja selama ini yang telah menodai sepak bola nasional. Kita juga berharap para mafia bola yang belum ditangkap menjadi kapok.
Untuk itu, aparat hukum harus memberikan hukuman yang maksimal untuk para pelaku kecurangan di dunia sepak bola. Hukuman yang berat membuat para mafia bola berpikir dua kali untuk beroperasi di Indonesia.
Momen penangkapan tersangka mafia bola juga harus dijadikan titik balik oleh kepolisian, pemerintah, dan federasi untuk mengikis kasus ini sampai ke akar-akar. Aparat kepolisian jangan hanya berhenti dengan menahan empat tersangka.
Para tersangka lainnya harus terus dikejar. Bila mereka ada yang luar ke negeri, harus ditangkap. Pembersihan besar-besaran terhadap pelaku mafia bola akan membuat sepak bola kita lebih steril dari pengaturan skor pertandingan.
Selain itu, kasus ini juga menjadi kesempatan bagi kita untuk mengelola sepak bola Tanah Air menjadi lebih profesional. Mengelola sepak bola nasional dengan profesional akan membuat dunia sepak bola dalam negeri secara bisnis bernilai tinggi.
Pengaruhnya akan sangat besar terhadap pemain karena mereka pun akan mendapat bayaran yang sangat layak. Dengan bayaran yang layak, para pemain sepak bola tidak akan mudah tergoda oleh tawaran para mafia bola.
(Tajuk Koran Republika, hari ini.)