REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri
Siapakah tokoh Palestina yang paling ditakuti Israel? Ternyata ia bukan Presiden Palestina, Mahmud Abbas. Juga bukan Ismail Haniyah, pemimpin Hamas dan perdana menteri di Jalur Gaza, atau Khalid Mashal, kepala biro politik Hamas. Ia adalah Marwan Barghouti, 54 tahun.
Bagi Israel, Barghouti – Marwan Hasib Ibrahim Barghouti -- adalah musuh bebuyutan. Ia dianggap teroris kelas wahid. Ia dituduh sebagai otak berbagai serangan bom bunuh diri (syahid menurut Palestina) terhadap sasaran sipil dan militer Israel. Pada 2002 ia ditangkap di Ramallah. Dia lalu diadili atas tuduhan pembunuhan dan dijatuhui lima hukuman seumur hidup dan satu hukuman 40 tahun penjara. Tak aneh bila kemudian ia dianggap sebagai tokoh Palestina yang paling ditakuti Israel. Bahkan ketika sudah dijebloskan ke penjara pun, ia masih dianggap sangat berbahaya.
Sebaliknya, bagi bangsa Palestina, Barghouti merupakan pahlawan dan tokoh kharismatis. Dialah yang memimpin intifadah pertama dan kedua. Intifadah adalah perang gerilya rakyat semesta Palestina. Perang semesta rakyat ini sempat membuat repot Israel hingga sejumlah tokohnya ditangkapi. Bahkan ia juga masih dapat menggerakkan perjuangan rakyat Palestina dari balik penjara Israel.
Barghouti juga dianggap tokoh yang paling tepat memimpin bangsa Palestina, menggantikan Presiden Mahmud Abbas. Dengan rekam jejak perjuangan yang panjang, kewibawaan, dan jiwa kepemimpinannya, ia diyakini bisa menyatukan wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza. Tepi Barat selama ini dikuasai oleh faksi Fatah dan Jalur Gaza diperintah oleh faksi Hamas.
Itulah sebabnya Presiden Abbas menjadikan pembebasan Barghouti sebagai salah satu syarat bila perundingan dengan Israel ingin dilanjutkan. Pembebasan Barghouti harus bersamaan dengan pelepasan 1.000 orang Palestina yang kini masih berada di sejumlah penjara Israel. Persyaratan lainnya, perundingan harus didasarkan pada batas-batas negara sebelum tahun 1967, perluasan kewenangan pemerintah Otoritas Palestina di Tepi Barat, dan pembekuan pembangunan permukiman Yahudi di wilayah Palestina.
Bila persyaratan itu tidak dipenuhi, Presiden Abbas mengancam negaranya akan segera bergabung dengan 15 lembaga internasional. Langkah ini akan memungkinkan Palestina mengajukan kejahatan perang dan kemanusiaan Zeonis Israel.
Sejauh ini Israel menolak semua persyaratan tersebut. PM Benjamin Netanyahu tidak sudi bila pembangunan pemukiman Yahudi dibekukan. Ia juga hanya menyetujui 500 narapidana Palestina yang dibebaskan. Itu pun nama-namanya dipilih pihak Israel. Artinya, Marwan Barghouti tidak termasuk mereka yang akan dibebaskan.
Bahkan Ketua Partai Jewish Home, Naftali Bennett, yang juga menjabat menteri ekonomi Israel, seperti dilaporkan media Al Sharq Al Awsat, mengancam akan keluar dari koalisi pemerintahan Benjamin Netanyahu bila Barghouti dibebaskan. Ia menyatakan tidak bisa menerima tahanan teroris dilepaskan dari penjara Israel.
Hingga kini AS lewat menteri luar negerinya, John Kerry, yang menjadi fasilitator perundingan, masih berusaha mencairkan kebuntuan sebelum target 9 bulan berakhir pada 29 April ini. Baik AS maupun Israel menolak bila Palestina bergabung dengan lembaga internasional untuk menyelesaikan konflik dua negara. Menurut mereka, masalah Palestina-Israel adalah soal internal kedua negara dan bukan persoalan dunia internasional. Karena itu, penyelesaiannya juga dengan perundingan langsung kedua negara.
Pertanyaannya, siapakah Marwan Barghouti sehingga ditakuti oleh Israel namun dianggap pahlawan oleh Palestina? Muhammad Asyteh, pejabat tinggi Palestina, dalam konsperensi pers memperingati 12 tahun penangkapan Barghouti, Senin lalu menyatakan, ia diculik kaki-tangan Zeonis Israel karena memperjuangkan kemerdekaan negaranya. ''Ia harus kembali ke tanah airnya. Ia simbol dari bangsa ini (Palestina).''
Barghouti bergabung dengan gerakan Fatah ketika usianya 15 tahun. Tidak lama kemudian ia ditangkap Israel lantaran memimpin gerakan perlawanan terhadap penjajahan Israel. Hampir separoh dari hidupnya ia habiskan di penjara atau pengasingan. Dari balik penjara, Barghouti berhasil menyelesaikan pendidikan SMA hingga doktor dalam bidang hubungan internasional dari Birzeit University. Pada 2006, ia kembali terpilih menjadi anggota parlemen Palestina meskipun ia meringkuk dalam penjara.
Dalam survei lembaga riset Al Markaz Al Falestiny lil Bukhuts Al Siyasiyah pekan lalu, Barghouti diperkirakan bisa memenangkan jabatan Presiden Palestina dengan mudah. Ia dapat mengalahkan tokoh Hamas Ismail Haniyah dan Presiden Mahmud Abbas. Sejumlah pengamat mengatakan upaya pembebasan Barghouti penting untuk mencari pengganti Mahmud Abbas yang kini berusia 79 tahun. Direktur lembaga riset Al Markaz Al Falestiny, Khalil Al Syaqaqi menyatakan, Abbas sangat membutuhkan Barghouti untuk mendukung perjanjian damai mendatang dengan Israel. ''Barghouti adalah tokoh perunding yang hebat,'' katanya.
Pada usia 45 tahun, Barghouti ditangkap kembali oleh Israel. Tanggal 15 April 2002, agen inteljen Israel yang menyamar sebagai petugas ambulans menculik Barghouti di Ramallah di tengah siang bolong dan membawanya ke Israel. Pada 2004, ia diadili pengadilan Israel. Namun, ia menolak karena menganggap dirinya tidak bersalah. Menurutnya, apa yang ia lakukan adalah kewajiban membela bangsa dan negaranya terhadap kesewenang-wenangan penjajah.
Dari balik penjara, Barghouti terus mengeluarkan pernyataan politik. Antara lain mendukung keanggotaan Palestina di PBB, menyerukan intifada ketiga dan memboikot barang-barang Israel. Namun, ia juga menolak kekerasan terhadap masyarakat sipil Israel, mengkritik pemborosan dan praktek-praktek korupsi yang dilakukan kalangan birokrasi Palestina, dan menyerukan persatuan faksi-faksi Palestina.
Kolomnis di The Guardian, Inggris, Martin Linton, menyamakan Barghouti dengan tokoh Afrika Selatan, Nelson Mandela. Meskipun telah lama dipenjara, Barghouti tetap merupakan politisi Palestina terpopuler. Bila dibebaskan, ia akan dengan mudah memenangkan pemilu presiden, menyatukan faksi-faksi Palestina, dan mencapai kesepakatan dengan Israel yang bisa disetujui rakyatnya.
Mandela dibebaskan dari penjara pada 1990, lalu bernegosiasi dengan rezim yang telah memenjarakannya. Empat tahun kemudian ia terpilih menjadi presiden dan memimpin proses 'truth and reconciliation'. Barghouti dipercaya juga bisa melakukan hal yang sama. Jadi, kalau Israel serius mau damai dengan Palestina, mereka akan membebaskan Barghouti. Bila menolak, maka dunia akan menjadi saksi sebuah kebiadaban kolonialisme.