Selasa 17 Feb 2015 06:00 WIB

Tim 9

Red: Maman Sudiaman
Professor Ahmad Syafii Maarif
Foto: Republika/Daan
Professor Ahmad Syafii Maarif

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Selama dua-tiga minggu terakhir, belantara politik Indonesia menjadi gaduh oleh perseteruan elite dua lembaga penegak hukum: Polri versus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), gara-gara pencalonan Komjen Budi Gunawan (BG) oleh Presiden Joko Widodo yang disetujui DPR, tetapi yang ditolak oleh pendapat umum.

Penolakan ini terutama karena BG telah dinyatakan sebagai status tersangka oleh KPK sebelum dilakukan fit and proper test oleh Komisi III DPR yang dengan penuh kegirangan telah menyetujui calon yang diajukan itu. Beberapa politisi dengan semangat tinggi mengatakan bahwa dengan persetujuan DPR itu, maka apa yang selama ini dikenal dengan Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) telah lebur menjadi satu. Apakah memang sesederhana itu?

Pencalonan yang disetujui oleh DPR itu mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan, terutama para aktivis antikorupsi yang tanpa dikomando telah bergerak untuk menentang calon kapolri itu. Seperti kita maklum, BG juga pernah dimasukkan daftar calon menteri dalam kabinet Jokowi-JK, tetapi gagal masuk karena ada catatan merah dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan KPK.