Ahad 17 Apr 2016 06:00 WIB

Reklamasi, Antara Kontroversi dan Evaluasi

Asma Nadia
Foto: Republika/Daan
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, Seminggu lalu ketika pesawat lepas landas dari Airport Dubai menuju Amsterdam, dari jendela saya dapat melihat daratan berbentuk pohon palem terbentang di bibir pantai. Area yang tidak lain pulau buatan hasil reklamasi, yang menambah sekitar 250 km persegi pantai Kota Dubai. Palm Island kini menjadi landmark baru dunia dan salah satu daya tarik. Negeri yang dulu hanya mengandalkan minyak--kini makin kaya raya karena sektor turisme dan jasa.

Mendarat di Belanda, saya mengunjungi ananda yang sementara ini tinggal di Almere--tak jauh dari Amsterdam, dan merupakan kota termuda hasil reklamasi sekitar tahun 60-an. Rumah pertama di Almere berdiri tahun 1976. Wilayah yang sebelumnya  lautan, kini terisi puluhan ribu hunian  yang tertata apik. Negeri Kincir ini memang terkenal dengan pengalamannya membentuk  lautan menjadi daratan, termasuk Amsterdam.

Saya juga teringat saat beberapa kali mengunjungi Korea dan menyaksikan kemajuan di Bandara Internasional Incheon. Ternyata bandar udara tersebut terletak di atas tanah reklamasi Song Do yang memiliki luas keseluruhan 38 ribu hektare dan dibagi menjadi tiga zona, yakni resort,  kawasan industri, dan Bandara Internasional Incheon.

Selain Korea, Singapura pun kini membanggakan landmark terbarunya di Marina Bay yang juga berada di atas tanah reklamasi. Jepang, China, dan negara maju lain juga melakukan kebijakan serupa.

Di tanah air, beberapa minggu terakhir reklamasi menjadi berita hangat. Sebagian besar media mengangkat hal yang berbeda dengan fakta bagaimana reklamasi di negara lain menjadi sesuatu yang sebetulnya bisa bermanfaat bahkan menguntungkan. 

Reklamasi sendiri sebenarnya bukan barang baru di Indonesia. PT Pembangunan Jaya melakukan reklamasi kawasan Ancol sisi utara untuk dijadikan kawasan industri dan rekreasi, sekitar tahun 1981. Lokasi yang dulu kumuh, kini  dari jumlah kunjungan, merupakan yang terbaik di Asia dan lima besar untuk tingkat dunia. Pola serupa juga diterapkan di daerah lain. Penimbunan kawasan Pantai Pluit menjadi permukiman mewah Pantai Mutiara. Hutan bakau Kapuk yang direklamasi menjadi kawasan Pantai Indah Kapuk. Dan tahun 1995, menyusul reklamasi yang digunakan untuk industri, yakni Kawasan Berikat Marunda.

Dengan pengalaman ini,reklamasi seharusnya tidak perlu menjadi sesuatu yang menimbulkan kekagetan.

Bagaimana pengaruhnya bagi lingkungan dan nelayan?

Telah lama dampak lingkungan dan terganggunya aktivitas nelayan selalu menjadi pembahasan hangat seputar reklamasi, yang tidak kunjung tuntas.

Unik bagaimana kita kembali berkutat dalam hal yang sama.

Apakah ini akibat dari masalah yang tidak diselesaikan sampai akarnya?

Mungkin dulu masalah diatasi dengan korupsi atau pendekatan kekuasaan, kilah sebagian orang. Jika hal demikian berulang, aneka potensi masalah jelas akan muncul.

Dari perkembangan berita seputar reklamasi, sebagai rakyat  kita  semakin menyadari betapa semrawutnya penataan negeri ini.

Terlihat ketidakjelasan wewenang dalam pelaksanaan reklamasi. Bagaimana mungkin sebuah proyek yang mega raksasa dan kasat mata menjadi perdebatan setelah berjalan?

Siapa yang mau berinvestasi di Indonesia jika tidak ada yang berkompeten menjamin bahwa setelah ada legalitas maka semua akan lancar. 

Bahkan dalam kasus reklamasi, pejabat publik tidak satu suara hingga membawa masalah ke ranah hukum. Lebih buruk lagi, ada oknum yang memanfaatkan kondisi ini untuk menekan pengusaha demi kepentingan pribadi. 

Masih dari isu yang sama, terlihat betapa keberpihakan kepada rakyat kecil, sangat lemah. Nelayan adalah salah satu pihak yang paling merasakan dampak dari reklamasi. Sayangnya mereka tidak menjadi pertimbangan penting dalam grand design rencana ini. 

Reklamasi mengingatkan banyak hal termasuk betapa penting kepastian hukum, kejelasan wewenang, dan penuntasan masalah hingga ke akarnya. 

Bahwasannya reklamasi  mampu memberikan kontribusi ekonomi dan kemajuan sudah terbukti secara internasional maupun domestik, Namun jika tidak direncanakan dengan matang dan tidak melibatkan semua pihak terkait termasuk nelayan, serta bagaimana mengatasi dampak lingkungan yang mungkin timbul,maka bisa dipastikan berbagai masalah baru akan tercipta. 

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement