REPUBLIKA.CO.ID, "Bagaimana pendapat Bapak tentang pemalsuan vaksin anak?" Pertanyaan ini diajukan seorang reporter kepada pemimpin salah satu rumah vaksinasi, sebuah lembaga yang peduli dengan vaksinasi di Indonesia.
Jawaban yang kemudian membuat saya terkesima. "Saya tidak menyangka ada orang yang sejahat itu. Saya tidak pernah berpikir ada orang yang tega melakukan kejahatan serendah itu pada anak-anak."
Ya, saya setuju.
Pembuatan vaksin palsu merupakan kejahatan yang luar biasa. Pertama, korbannya adalah anak-anak, sosok rapuh yang tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Sehingga mereka hanya menerima apa pun yang diberi. Kedua, jika akhirnya anak terdampak akibat vaksin palsu, maka akan menanggung penderitaan seumur hidup. Anak yang mendapatkan vaksin polio palsu dan terkena polio maka mereka lumpuh. Kehilangan kemerdekaan berjalan. Orang tua yang anak-anaknya diberi vaksin palsu mengira anak mereka kebal terhadap jenis penyakit tertentu, padahal anak mereka rentan karena belum diberi vaksin apa pun.
Sungguh kejahatan yang luar biasa. Tapi yang lebih mengejutkan adalah fakta keterlibatan tenaga medis dan manajemen rumah sakit yang ikut serta berkolaborasi dalam "penyebaran" vaksin palsu ini. Meski sangat terlambat, saya tetap bersyukur bisnis--kejahatan--vaksin palsu terbongkar.
Beberapa oknum di rumah sakit, sekalipun tahu pemasok bukanlah distributor resmi, mengizinkan vaksin masuk ke rumah sakit, karena harganya lebih murah. Sederhana saja, bukan distributor resmi dan harga murah--dua kombinasi itu jelas merupakan tanda paling kasat mata untuk mencurigainya sebagai barang palsu--anehnya justru lalu diperbolehkan memasarkan produk.
Belum lagi botol-botol pengemas yang ternyata disuplaiatau dikumpulkan dari rumah sakit. Sebuah pembelajaran. Ke depan tampaknya semua rumah sakit harus mulai menghancurkan botol-botol bekas vaksin sebelum didaur ulang.
Setidaknya terdapat 14 rumah sakit yang diungkap memakai vaksin palsu: RS DR Sander (Cikarang), RS Bhakti Husada (Terminal Cikarang), Sentral Medika (Jalan Industri Pasir Gombong), RSIA Puspa Husada, RS Karya Medika (Tambun), RS Kartika Husada (Jalan MT Haryono Setu, Bekasi), RS Sayang Bunda (Pondok Ungu, Bekasi), RS Multazam (Bekasi), RS Permata (Bekasi), RS RSIA Gizar (Villa Mutiara Cikarang), RS Harapan Bunda (Kramat Jati, Jakarta Timur), RS Elisabeth (Narogong, Bekasi), RS Hosana (Lippo Cikarang), serta RS Hosana (Bekasi, Jalan Pramuka).
Sebenarnya anak-anak kita tidak hanya terancam vaksin palsu.
Banyak kepalsuan lain mengancam buah hati jika kita tidak mengawasi sejakdini. Akibatnya sama, jangka panjang. Dulu anak-anak pernah mendapat buku pelajaran aspal. Asli tapi palsu. Bukunya memang asli, penerbitnya memang resmi tapi isinya tidak sepenuhnya aman untukanak-anak. Ada isu kekerasan, ada juga penanaman ideologi yang menyimpang. Game yang banyak dimainkan anak-anak sekarang berubah menjadi vaksin yang berbahaya. Game yang sejatinya adalah hiburan yang juga merangsang perkembangan mereka kini justru menjerumuskan pada kekerasan, merangsang libido, dan membuang-buang waktu produktif.
Film yang diberi label segala umur namun beberapa di dalamnya terpapar tampilan pornografi, pergaulan bebas, dan percintaan sesama jenis. Kesemuanya juga merupakan vaksin berbahaya. Bahkan ada ketidakpantasan mendompleng film super hero yang seharusnya aman buat anak-anak. Jika dulu hanya film asing yang melakukan ini, sayangnya film produksi anak bangsa mulai terpengaruh. Anak datang untuk mendapat hiburan ternyata diselipi adegan-adegan tak layak tonton yang merusak.
Akhirnya, kasus vaksin palsu ini dan begitu banyak hal lain mau tidak mau membuat saya tercenung. Dan bertanya-tanya, di tanah air tercinta ini, adakah tempat aman bagi anak-anak kita? Sebuah pekerjaan rumah tak hanya bagi orang tua namun memerlukan perhatian dan kepedulian banyak pihak.