Jumat 15 Dec 2017 05:13 WIB

Jenderal Gatot Dicopot

Nasihin Masha
Foto:
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo memberikan penghargaan kepada 63 prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pembebasan Sandera atas keberhasilannya membebaskan 347 warga masyarakat yang disandera oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nasihin Masha

Jenderal Gatot Nurmantyo memang dicopot. Ini tak lazim seorang Panglima TNI berhenti dari jabatannya di masa dinas kemiliterannya masih aktif. Pada galibnya, seorang panglima TNI menjabat hingga ia pensiun. Sehingga tak ada dua jenderal bintang empat di TNI.

Panglima adalah satu-satunya jenderal bintang empat di TNI. Tradisi ini juga berlaku di masing-masing matra: darat, laut, dan udara. Yang sering terjadi adalah perpanjangan masa dinas kemiliterannya seperti yang pernah dialami Feisal Tanjung atau Endriartono Sutarto, bahkan Feisal diperpanjang hingga lima kali alias lima tahun. Hanya di masa Orde Lama ada pergatian sebelum masa pensiun, masa itu masa penuh pergolakan.

Gatot tak hanya dicopot, ia juga mengaku tak diberi tahu tentang pencopotannya. Ia tak diberi tahu secara langsung oleh Presiden. Gatot akan pensiun pada Maret 2018 nanti. Namun kini ia telah menjadi jenderal luntang-lantung. Ia non-job. Selanjutnya kepemimpinan TNI beralih ke Marsekal Hadi Tjahjanto, sebelumnya KSAU.

Lalu mengapa Gatot diganti sebelum masa pensiun? Tak ada aturan yang mengharuskan pergantian panglima TNI kapan harus dilakukan. Sehingga pencopotan Gatot tak melanggar apapun.

Sekali lagi, yang ada hanya kelaziman. Tapi jawaban terhadap pertanyaan itu tetap dibutuhkan. Namun tak ada penjelasan resmi tentang itu. Yang ada adalah jawaban spekulatif dari Gatot sendiri.

Katanya agar panglima TNI yang baru punya cukup waktu untuk menghadapi perhelatan pilkada serentak 2018 yang akan dilakukan pada bulan Juni. Ah, ada-ada saja. Seperti tak percaya pada sistem dan kemampuan organisasi saja, serta seperti tak percaya pada kualitas kepemimpinan di TNI saja.

Desakan untuk mencopot Gatot sudah terdengar sejak demo terhadap Ahok. Gatot dinilai bermain dua kaki. Apalagi ada keyakinan – keyakinan yang sangat lucu tentu saja -- bahwa demo saat itu, terutama demo 411, bertujuan menggulingkan Jokowi.

Tuduhan terhadap Gatot makin kuat ketika aksi 212, dia satu-satunya yang mengenakan peci putih. Padahal semua rombongan Presiden yang hadir di 212 mengenakan peci hitam. Saat reuni 212 yang lalu, TNI juga ikut berkontribusi menyediakan konsumsi. Tentu tak hanya itu. Sejumlah pernyataan Gatot juga dinilai memberi angin dan menguntungkan kelompok 212. Gatot dinilai sedang bermain politik.

Tuduhan itu tentu sulit dibuktikan. Dan tuduhan itu pun tak pernah dilontarkan secara terbuka. Semua hanya bisik-bisik di belakang layar, atau melalui black campaign di media sosial. Namun jika ada yang bertanya, Gatot akan menjawab lugas.

Loyalitas prajurit adalah loyalitas tegak lurus – sebuah istilah yang dipopulerkan oleh Jenderal R Hartono ketika menjadi KSAD. Istilah itu bermakna bahwa loyalitas prajurit itu lurus ke panglima tertinggi, yaitu presiden. Saat Rakernas Nasdem pada 16 November 2017 lalu, ia juga menyampaikan pentingnya Jokowi untuk terpilih lagi pada pilpres 2019.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement