REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Asma Nadia
Patung bertubuh manusia berkaki kambing berdiri tegak di pelataran sebuah kuil. Kepalanya bertanduk. Badannya kekar. Satu yang menonjol dari patung tanpa busana tersebut adalah alat reproduksi pria yang terlihat jelas. Bagian terakhir menjadi sangat penting karena ini adalah patung Lupercus, dewa kesuburan.
Di hadapannya, pendeta menyembelih seekor kambing sebagai persembahan. Lalu dengan mengenakan baju kulit kambing, setelah minum anggur, pendeta berkeliling Kota Roma dan menyentuh siapa saja yang mereka jumpai di sepanjang jalan.
Setiap warga antusias mengikuti ritual ini, terlebih para gadis belia. Mereka beramai-ramai turun ke jalan hanya agar bisa menyentuh kulit kambing tersebut. Percaya akan dikarunia kesuburan dan bisa melahirkan dengan mudah jika berhasil menyentuhnya.
Deskripsi di atas adalah sekilas gambaran festival Lupercalia yang dirayakan setiap 15 Februari pada masa Romawi Kuno untuk mengusir roh jahat, membersihkan kota, meraih kesehatan, dan terpenting mendapatkan kesuburan. Festival yang kemudian menjadi cikal bakal Valentine's day.
Peserta aksi damai menolak peringatan hari valentine. (Republika/Wihdan)
Lalu, mengapa sekarang Valentine's day dirayakan tanggal 14 Februari? Adalah Paus Gelasius pada abad kelima yang menetapkan hari Valentine pada 14 Februari. Dengan menetapkan 1 hari sebelum festival Lupercalia, diharapkan festival kuno tersebut akan dilupakan dan digantikan dengan ingatan akan tokoh yang merepresentasikan gereja, bukan dewa kuno.
Konon, nama diambil dari Santo Valentinus yang dihukum mati kaisar karena merestui pernikahan dua kekasih sekalipun dilarang kaisar yang berkuasa.
Bisa dikatakan usaha sang paus berhasil. Masyarakat kini melupakan ajaran Romawi Kuno dan menganggap Valentine sebagai tradisi Nasrani. Dari abad ke abad, "pemasaran" tradisi ini makin sukses dan kini dianggap sebagai perayaan umum yang diperingati segenap penduduk dunia.