REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Endro Yuwanto (wartawan Republika)
Denmark dan Yunani seolah mewakili impian banyak orang di belahan dunia mana pun bahwa sesuatu yang diremehkan, dipandang sebelah mata, atau mungkin di anggap tak ada, justru di titik akhir mampu jadi pemenang. Merebut takhta tertinggi bagi pihak-pihak yang jelata tentu seperti mimpi yang berbuah kenyataan. Berkat dua negara yang tak memiliki tradisi kuat sepak bola itu, Piala Eropa kian menjadi turnamen sepak bola yang sangat menarik dan paling ditunggu dibanding Piala Dunia sekalipun. Denmark mengawalinya pada Piala Eropa 1992 di Swedia.
Tampil sebagai tim pengganti Yugoslavia yang terkena sanksi PBB, Denmark membuat semua mata terbelalak setelah sang gup merengkuh trofi juara. Tak tanggungtanggung, juara bertahan Belanda dan tim raksasa Jerman berhasil ditaklukkannya. Yunani tak jauh berbeda. Tak ada satu pun pengamat yang menjagokan Negeri Mitologi ini pada Piala Eropa 2004 di Portugal. Namun, dengan kekompakan tim dan pertahanan yang kokoh, Yunani mampu tampil sebagai pemenang dengan mempermalukan tim kuat, seperti Prancis dan tuan rumah Portugal.
Inilah yang membuat Piala Eropa selalu menarik karena kerap menyajikan drama, kejutan, dan kadang di luar nalar sehingga semua ramalan bisa dijungkirbalikkan. Bandingkan saja dengan Piala Dunia. Sejak digelar pada 1930, Piala Dunia hanya menghadirkan delapan tim juara dari negara-negara besar pemilik tradisi kuat sepak bola: Uruguay, Brasil, Argentina, Italia, Spanyol, Inggris, Prancis, dan Jerman. Sementara, Piala Eropa yang digelar belakangan, mulai 1960, telah menghasilkan sembilan tim juara, yakni Yunani, Prancis, Jerman, Denmark, Belanda, Ceska (Cekoslavakia), Rusia (Uni Soviet), Italia, dan Spanyol.
Drama-drama di Piala Eropa seperti itulah yang kini banyak ditunggu saat perhelatan Piala Eropa 2012 di Polandia dan Ukraina pada 8 Juni hingga 1 Juli. Apalagi, sembilan tim yang pernah mengenggam trofi juara Piala Eropa akan bertarung pula di sana. Orang-orang tentu tak akan jenuh untuk menantikan kejutan atau bahkan keajaiban, seperti kisah-kisah yang sudah terukir dalam dongeng atau kehidupan nyata sekalipun.
Ketika Pangeran William dan Kate Middleton mengumumkan pernikahannya 2011 lalu, segera saja hal itu menyita perhatian seluruh penjuru Britania Raya, bahkan dunia. Sebab, Pangeran William tak lain adalah calon pewaris takhta Kerajaan Inggris sementara Middleton yang merupakan teman kampus William adalah seorang rakyat jelata alias commoneryang tak punya keturunan ningrat sama sekali.
Itu seperti mengingatkan pada dongeng Cinderella, saat sang gadis biasa dijemput seorang pangeran untuk kemudian ditempatkan di dalam istana yang megah. Kisah seperti ini selalu menarik dan menyita perhatian banyak orang. Pun halnya kisah Petruk dalam dunia pewayangan yang mampu menunjukkan bahwa siapa saja bisa jadi ratu. Bagi abdi dari seorang kesatria itu, seorang ratu bukan segalanya. Kekuatan rakyatlah yang tidak dapat dikalahkan oleh segala macam senjata para ratu atau penguasa.
Dan, Piala Eropa selalu bisa melepaskan dahaga bagi si penggemar mereka yang jelata, tim-tim nonunggulan, atau tim-tim underdog. Di sana, tim mana pun bisa menjadi kampiun. Publik mungkin lupa, tak banyak yang menjagokan Spanyol untuk menjadi juara pada Piala Eropa 2008 lalu, tapi skuat La Furia Roja ternyata sanggup melakukannya.
Pada edisi Piala Eropa kali ini, jauh jauh hari sudah banyak yang menjagokan tim-tim mapan, seperti Jerman, Spanyol, Belanda, dan Prancis yang akan keluar seba gai pemenang. Tapi, Inggris yang tampil compang-camping karena sejumlah persoalan; pemain inti dibekap cedera, pelatih yang baru dua bulan menangani tim, dan Wayne Rooney yang absen karena sanksi di dua laga awal, tetap bisa memberikan kejutan.
Skuat timnas Inggris diprediksi akan tampil tanpa beban. Inspirasi terdekat skuat the Three Lions tentu adalah klub Inggris, Chelsea, yang musim ini tampil sebagai juara Liga Champions. Meski tak diunggulkan, Chelsea mampu merusak banyak prediksi dengan membungkam juara bertahan Barcelona dan di final menekuk tuan rumah Bayern Muenchen.
Kondisi Italia mirip Inggris. Tampil dengan sejumlah persoalan, cedera pemain dan skandal pengaturan skor di liga, Italia tetap bisa menghadirkan kejutan. Situasi ini pernah dialami skuat Azzurri saat menjuarai Piala Dunia 1982 dan 2006.
Ada satu lagi yang pantas ditunggu. Setelah selama 36 tahun trofi Henri Delaunay menjadi milik para wakil Eropa Barat, akankah Polandia-Ukraina akan menjadi akhir penantian? Bukan apa-apa, sejak Ceska menjadi juara pada 1976, tak ada lagi tim Eropa Timur yang berhasil menjadi juara. Dua tim tuan rumah beserta Rusia, Ceska, dan Kroasia, mungkin saja bisa mengakhiri penantian panjang itu.
Jelang kick-offperdana Piala Eropa 2012, pertanyaan yang terus mengusik para penikmat sepak bola adalah siapa yang nantinya keluar sebagai pengangkat trofi Henri Delaunay? Nah, inilah media bagi siapa saja untuk melontarkan prediksi dan sah-sah saja. Lupakan sejenak memprediksi para calon presiden pada Pemilu 2014 yang sudah mulai diasah sejumlah partai politik. Lupakan pula kampanye pemilukada DKI Jakarta yang bersamaan dengan perhelatan Piala Eropa. Karena apa pun hasilnya, tak akan memberi hi buran apa-apa.
Jika khawatir tim jagoan yang diprediksi tersingkir, cobalah memprediksi timtim nonunggulan yang dianggap remeh, seperti saat Denmark dan Yunani juara. Jika tim nonunggulan tersebut kalah dari tim-tim raksasa, tentu itu adalah hal biasa. Tapi, saat mereka mampu menundukkan tim-tim besar, itulah letak seninya. Kejutan yang luar biasa. Dan, itu sangat mungkin terjadi di Piala Eropa.
n twitter: @endroeye