Kamis 27 Jun 2019 10:51 WIB

Putusan MK dan Kisah Sahabat Nabi yang Menolak Jadi Hakim

Putusan MK soal sengketa pilpres digelar saat injury time

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6).

Kabar terbaru rupanya masa penantian publik atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal hasil sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) tidak perlu harus menunggu sampai pada Jumat (28/6) tapi hanya sampai pada Kamis (27/6) karena pihak Kepaniteraaan MK telah mengirimkan surat pemberitahuan sidang pembacaan putusan kepada seluruh pihak yang berperkara, sebagaimana dilansir Republika.co.id (24/6).

Kita apresiasi saja atas keputusan MK mengambil opsi pembacaan putusan hasil PHPU bukan pada injury time sesuai dengan yang telah dijadualkan sebelumnya pada Jumat (28/6) tapi lebih cepat sehari pada Kamis (27/6).

Sungguh tidak mudah dan berat rasa tanggung jawab 9 hakim MK dalam mengambil keputusan yang mereka kemudian harus menjalani Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) setelah sidang PHPU sebelumnya yang cukup melelahkan.

Semoga para hakim di mana pun saja bertugas khususnya 9 hakim MK yang sedang menangani sidang PHPU kali ini telah menyimak dan menghayati sebuah kisah sahabat Nabi SAW yang satu ini yang menolak jabatan qadhi (hakim) karena menurutnya cukup berat pertanggungjawabannya baik di dunia terlebih di akhirat kelak.

Dikisahkan, sosok sahabat Nabi SAW ini suatu saat pernah menolak ketika beliau ditawari jabatan strategis oleh Khalifah Utsman bin Affan Ra menjadi qadhi sampai Khalifah agak bernada marah karena merasa tidak dihargai sambil mengatakan: Adakah kamu bermaksud membantah perintahku? Jawab beliau, tidak ya Khalifah! Saya tidak siap memegang jabatan tersebut semata-mata karena saya pernah mendengar dari Nabi SAW menyatakan bahwa pada diri seorang qadhi atau hakim itu hanya ada 'tiga' kemungkinan. Pertama, hakim yang mengadili tanpa ilmu, ia akan masuk neraka. Kedua, hakim yang mengadili berdasarkan nafsu, ia juga akan masuk neraka. Ketiga, hakim yang berijtihad dengan ijtihad yang benar, ia tidak berdosa dan tidak pula berpahala. Atas nama Allah, saya menolak jabatan itu".

Siapakah sosok sahabat Nabi SAW yang satu ini? Beliau adalah Abdullah ibnu Umar seorang sahabat yang mendapat bimbingan langsung dari insan yang paling mulia, Rasulullah SAW. Seshaleh Abdullah ibnu Umar saja yang keimanan dan akhlaqnya tidak perlu diragukan lagi menolak jabatan qadhi karena merasa sangat berat tanggung jawabnya di hadapan-Nya, lalu bagaimana dengan kita wahai para hakim?

TENTANG PENULIS

TARDJONO ABU MUAS, Pemerhati Masalah Sosial

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement