Pada 18 Juli lalu Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) telah merayakan hari ulang tahun (milad) yang ke-2. Alhamdulilah, dari sisi pencapaian nilai manfaat pada tahun 2018 kami berhasil mencapai Rp 5,70 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 7,19 persen dari nilai manfaat tahun 2017 yang sebesar Rp 5,28 triliun.
Tidak hanya sampai di situ, Alhamdulilah kami juga mendapatkan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk laporan keuangan tahun 2018. Sesungguhnya yang terbersik di dalam hati kecil saya adalah sebuah pertanyaan mengapa mengemban tugas mengelola keuangan haji ini menjadi begitu penting?
Dengan jumlah karyawan/karyawati sebanyak 137 orang kami mengelola dana sebesar Rp 113 triliun (per posisi bulan Juni 2019) yang seluruhnya adalah milik jamaah haji. Sebuah beban disematkan di atas pundak kami ketika mendapatkan amanah mengelola keuangan haji disebabkan dana ini merupakan dana umat yang dipercayakan kepada kami untuk dapat memberangkatkan mereka ke Tanah Suci.
Dana tersebut bagi sebagian besar masyarakat kita dikumpulkan sedikit demi sedikit dari sisa pendapatan yang tidak seberapa demi dapat menunaikan rukun Islam ke-5. Dengan waktu tunggu jamaah Haji yang kini berkisar 11-39 tahun tentunya kepercayaan yang diberikan oleh jamaah haji kepada kami adalah sesuatu yang tidak boleh kami anggap hal biasa.
Perlindungan terhadap uang milik jamaah haji sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang No. 34 tahun 2014 pasal 53 ayat 1 yang menyebutkan ketentuan mengenai tanggung-renteng atas kerugian yang terjadi akibat penempatan dan/atau investasi keuangan haji yang timbul akibat kelalaian dalam pengelolaannya.
Lebih lanjut di dalam Alquran Surah al-Isra (17): 36 juga disinggung bagaimana setiap pendengaran, penglihatan dan hati itu akan dimintakan pertanggung-jawabannya di akhirat kelak. Hal ini juga berarti kelalaian kami dalam mengelola dana haji tidak akan berakhir dengan hukuman di dunia melainkan juga akan berlanjut hingga masuk ke neraka Jahannam.