Jumat 09 Aug 2019 09:43 WIB

Zakat Listrik, Memadam Dendam dalam Kelam

Listrik mati, orang-orang pun emosi.

Jangan Blackout Lagi... Plis ?
Foto: Karikatur: Daan Yahya
Jangan Blackout Lagi... Plis ?

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yudhiarma MK, M.Si, Manajer Humas BAZNAS

“It's better to light a candle than curse the darkness”

Kelam sering melahirkan dendam, sebagaimana gelap kerap menuai ratap. Kelam dunia yang merambah kelam hati dan gelap kalbu yang memacu gelap mata.

Seperti tragedi Rabu dan Kamis, 13-14 Juli 1977, yang menjadi sejarah kelabu Amerika Serikat. Sebuah catatan hitam menjadi cover Time, ketika pemadaman listrik memicu kerusuhan di seantero kota: New York membara dan bersimbah darah.

Media cetak dunia yang resmi ditutup dan diakuisisi Meredith Corp pada 1 Februari 2018 ini menulis, tak jauh dari Broadway 134 toko dijarah, 45 di antaranya dibakar. Puluhan mobil mewah Pontiac seharga 250.000 dolar AS  atau Rp 3,5 miliar per unit, dirampok dari showroom yang berpintu baja.

Majalah raksasa itu menerbitkan laporan berjudul "Blackout '77, Once More, With Looting" sepekan setelah kejadian, 25 Juli 1977. Antara lain disebutkan, sekitar 550 polisi terluka dan 4.500 penjarah ditangkap. Ini menjadi aksi penertiban terbesar dalam sejarah daerah berjuluk "Big Apple" tersebut.

Tak hanya itu, operasional Bandara LaGuardia dan Kennedy dihentikan, turnamen basket setop mendadak karena lapangan gelap gulita, syuting film Superman yang fenomenal tertunda, televisi dan radio tak bisa siaran, terowongan-terowongan kendaraan ditutup karena ventilasi mati, 4.000 orang dievakuasi dari stasiun kereta bawah tanah. Sebanyak, 1.616 ruko rusak parah dan terjadi 1.037 insiden kebakaran.

Dan Amerika belajar dari sejarah. Pemadaman serupa terulang pada bulan lalu, namun berlangsung tertib. Tentu karena rakyat dan pemerintah setempat belajar dari pengalaman.

Hanya menerjunkan 100 tim keamanan dari kepolisian dibantu Pasukan Garda Nasional, kelam massal dalam semalam berakhir dengan tepuk tangan dan sorak-sorai warga saat lampu kembali menyala. Padahal, kota yang dikenal selalu ramai dan terang-benderang itu, sempat meratap dalam gelap pada Sabtu (13/7/2019).

Suasana suram terlihat di berbagai fasilitas publik dan tempat-tempat yang biasa dikunjungi banyak orang. Namun, tak ada kejadian yang mengakibatkan cedera dan korban jiwa.

Hamparan blok di Manhattan, dimulai dari West 42nd Street hingga West 72nd Street hingga Times Square, gelap gulita. Teater Broadway membatalkan pertunjukannya. Dalam laporan pihak berwenang, lebih dari 73 ribu rumah dan pertokoan, terdampak pemadaman total.

Ahad, 4 Agustus 2019, rakyat Indonesia kalang kabut. Bila di Negeri Paman Sam hanya terimbas di New York, di negara ini sebagian besar warga yang tinggal di Pulau Jawa dan Bali, kelimpungan karena tak ada penerangan.

Hampir 12 jam tanpa listrik, sekitar seperdelapan dari 250 juta penduduk Republik ini mengalami krisis air, tak bisa berkomunikasi karena minus sinyal dan telepon genggam kehabisan energi; jalan-jalan, pemukiman dan tempat-tempat umum gelap gulita; pertokoan dan ATM berhenti beroperasi dan pusat-pusat perbelanjaan diserbu pembeli yang berburu cahaya dan kebutuhan darurat saat listrik mati.

Ada yang berlomba-lomba berbagi tapi banyak pula yang tak peduli dan mementingkan diri sendiri. Menurut keterangan resmi dari PLN, pemadaman terjadi akibat Gas Turbin 1 sampai 6 Suralaya mengalami trip, sedangkan Gas Turbin 7 dalam posisi off. Selain itu, Pembangkit Listrik Tenaga Gas Turbin Cilegon juga terganggu, sehingga mengakibatkan aliran listrik di wilayah Jabodetabek mengalami pemadaman.

Pihak PLN masih terus mengupayakan perbaikan, sehingga bisa meminimalisasi dampaknya sembari memohon maaf pada publik (Tirto.id, 4/8/2019).

Kelam sering melahirkan dendam, sebagaimana gelap kerap menuai ratap. Kelam dunia yang merambah kelam hati dan gelap kalbu yang memacu gelap mata.

Listrik mati, orang-orang pun emosi. Syukur, masyarakat sudah dewasa menyikapi masalah krusial ini. Mereka melampiaskan kemarahan rasional hingga caci maki lewat media massa dan medsos hingga koran-koran menerbitkan laporan dengan cover-cover berwarna hitam di halaman utama.

Presiden Jokowi marah hingga melabrak pejabat terkait di kantor PLN, Polri marah dengan mengerahkan Bareskrim melakukan penyelidikan, wakil rakyat marah dan para netizen ramai-ramai menumpahkan kesal di media sosial. Padahal blackout terparah pernah beberapa kali terjadi, tetapi bangsa ini tak sanggup melawan lupa dan belajar dari sejarah.

Pada 12-13 September 2002 dan 18 Agustus 2005, sebagian jagat Nusantara mengalami padam raya. Selain Jakarta dan Banten, berbagai wilayah di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali, juga terdampak.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement